puisi Chairil Anwar

DIPONEGORO
Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya
seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang
tak bisa mati.
MAJU
Ini barisan tak bergenderang-
berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.
Sekali berarti
Sudah itu mati.
MAJU
Bagimu Negeri
Menyediakan api.
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru
tercapai
Jika hidup harus merasai
Maju
Serbu
Serang
Terjang

(Februari 1943)
Budaya,
Th III, No. 8
Agustus 1954


TAK SEPADAN

Aku kira:
Beginilah nanti jadinya
Kau kawin, beranak dan berbahagia
Sedang aku mengembara serupa Ahasveros
Dikutuk sumpahi Eros
Aku merangkaki dinding buta
Tak satu pun juga pintu terbuka.
Jadi baik juga kita padami
Unggunan api ini
Karena kau tidak ‘kan apa-apa
Aku terpanggang tinggal rangka.
Pebruari 1943


PENERIMAAN

Jika kau mau, kuterima kau kembali
Dengan sepenuh hati
Aku masih tetap sendiri
Kutahu kau bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi
Jangan tunduk! Tentang aku
dengan berani
Jika kau mau, kuterima kau kembali
Tapi untukku sendiri
Sedang dengan cermin aku
enggan berbagi
Maret 1943


HAMPA

Kepada Sri yang selalu sangsi
Sepi di luar, sepi menekan mendesak
Lurus-kaku pohonan Tak
bergerak
Sampai ke puncak Sepi memagut
Tak suatu kuasa-berani melepas diri
Segala menanti.
Menanti-menanti.
Sepi.
Dan ini menanti penghabisan
mencekik Memberat-mencekung punda
Udara bertuba
Rontok-gugur segala. Setan
bertempik
Ini sepi terus ada. Menanti.
Menanti.


SIA-SIA

Penghabisan kali itu kau datang
Membawa karangan kembang
Mawar merah dan melati putih:
Darah dan suci.
Kau tebarkan depanku Serta pandang yang mematikan:
Untukmu.
Sudah itu kita sama termangu
Saling bertanya: Apakah ini?
Cinta? Keduanya tak mengerti.
Sehari itu kita bersama.
Tak hampir menghampiri.
Ah! Hatiku tak mau memberi
Mampus kau dikoyak-koyak sepi.


DOA

Kepada Pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam termangu Aku masih menyebut namaMu
Biar susah sungguh mengingat Kau penuh seluruh
cayaMu panas suci
tinggal kerlip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku hilang bentuk remuk
Tuhanku
aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tak bisa berpaling