Selasa, 09 Oktober 2012
Senin, 08 Oktober 2012
Surat Kecil Untuk Pria di Halte Bis
Suara hujan yang deras membendung gendang telingaku. Air Hujan yang seperti ditumpahkan dari langit menggenangi jalan di depan rumahku yang terbilang cukup rendah dibanding rumah-rumah yang lain. Dengan satu helaan napas kuputuskan untuk berangkat walaupun hujan masih mengguyur deras, kubuka payung dan mulai melangkah menuju halte bis dengan berjalan pelan melawan terpaan angin dan hujan. Kalau tidak terpaksa malas rasanya keluar dihari hujan seperti ini lebih baik tidur berselimut memeluk guling tak lupa memakai headset ditelinga dan mendengarkan lagu dari boyband kesayanganku one direction.
Payung yang sedang ku pegang tertiup kencangnya angin, aku tersentak kaget, tampa pikir panjang aku langsung mengejar payung yang tertiup angin itu, dengan tubuh yang basah kuyup aku tetap mengejar payung itu dan pada akhirnya payung itu berhenti di perempatan jalan dekat halte tempat pemberhentian bis. Ada beberapa orang yang sedang menjadikan halte itu sebagai tempat berteduh, ada juga yang sedang menunggu kedatangan bis angkutan mereka, kebetulan halte ini adalah tempat aku setiap pagi menunggu bis untuk berangkat ke sekolah.
Aku mengambil payungku yang tergeletak sangat dekat dengan seorang pria berseragam SMA yang sepertinya sedang menunggu kedatangan bis angkutannya. Aku melirik sedikit kepada pria itu sambil mengambil payung yang berada di dekatnya.
Deg.
Bibirku tidak bisa bergerak. Aku terdiam membeku dan tidak ada satu kedipanpun dari mataku, jantungku berdegup sangat kencang. Aku tidak tahu apakah degupan jantungku ini sampai terdengar oleh dia atau tidak, kalau sampai terdengar akan ditaruh dimana wajahku ini. Pria yang wajahnya tampak blasteran ini terlihat sangat tampan dengan jaket baseball yang melekat di tubuhnya, sepertinya pria ini berdarah campuran inggris – pakistan sangat terlihat dari wajahnya yang tampan maskulin khas hindustan. Dia terlihat seperti seorang malaikat dengan hidung yang mancung, alis yang tebal dan bibir yang aww menggoda iman.
Akhirnya kuputuskan untuk duduk di sebelahnya, berhubung kursi yang berada di sebelahnya itu kosong, tidak akan kulewatkan kesempatan untuk bisa duduk bersebelahan dengan pria yang wajahnya sangat tampan ini.
Aku sedikit mencuri pandang pada pria berwajah maskulin ini, dilihat dari sudut manapun dia tetap terlihat tampan. Apakah dia menyadari jikalau saat ini aku sedang memperhatikan wajahnya yang tampan?. Sepertinya dia tidak sadar sama sekali bahwa aku memperhatikan wajahnya yang tampan dan maskulin itu.
Bus yang sedari tadi kutunggu akhirnya datang juga, sebetulnya aku tidak ingin meninggalkan tempat duduk ini karna aku takut berpisah dengan pria yang berwajah maskulin yang sudah membuat jantungku berdegup kencang ini, tapi berhubung waktu pada saat ini sudah menunjukkan pukul 06.30, jadi aku putuskan untuk menaikki bus itu dengan langkah kaki yang tak ikhlas.
Keajaiban datang, ternyata pria berwajah maskulin itu naik bis ini juga. Aku tak sanggup menahan degupan jantungku yang semakin tidak karuan. Aku tidak bisa berhenti untuk tersenyum. Aku bertindak seperti orang bodoh dan salah tingkah. Entah apa yang ada di pikiran para penumpang lain jika mereka melihatku yang sedang tersenyum sendiri ini seperti orang yang kurang waras.
Pria itu duduk di belakang bangkuku, rasanya ingin sekali aku duduk di sebelahnya lagi seperti saat di halte tadi dan membuat waktu berhenti untuk sekian menit saja tapi itu semua mustahil kulakukan. Selama berada di dalam bis kami hanya terdiam, tidak ada satu patahpun yang keluar dari mulut kami.
Aku sibuk dengan jam tanganku yang melekat di tangan bagian kiriku, aku tidak menyangka waktu berlalu begitu cepat ketika bis yang kutumpangi sudah berhenti di depan halte sekolahku, dan akhirnya aku turun di halte ini.
Aku memandangi punggung bis yang kutumpangi tadi sampai bis itu tertutup embun bekas hujan yang sedang mengguyur wilayah yang berada di bagian barat jakarta ini. “Akankah aku bertemu dengannya lagi” bisikku dalam hati.
Sepulang sekolah aku menyempatkan diri untuk duduk di halte tempat aku dan pria itu bertemu. Aku terdiam untuk beberapa menit sambil mengingat kejadian yang tadi pagi kulakukan. Aku membuka tasku, mencari pulpen atau alat tulis lain yang bisa kugunakan untuk menulis. Akhirnya aku menemukan sebuah spidol, lalu aku menyobek selembar kertas dari buku tulisku. “hay pria berwajah maskulin, kau harus bertanggung jawab karna sudah membuat jantungku berdegup kencang tidak karuan” kata – kata itu yang aku tulis di selembar kertas yang telah kusobek tadi.
Aku tersenyum puas, kutinggalkan kertas ini di tempat pria itu duduk tadi pagi dan berharap agar dia membacanya. Aku siap-siap untuk meninggalkan halte ini ketika ada bis yang datang dan sepertinya akan berhenti di halte ini.
Keesokan harinya pagi-pagi sekali aku datang ke halte itu lagi. Ada banyak bis yang datang silih berganti tapi aku tetap duduk menunggu apakah pria itu datang lagi ke halte ini atau tidak. Kertas yang kutuliskan kemarin sudah tidak ada di tempatnya, aku berfikir apakah dia sudah membaca isi dari tulisan itu atau kertas itu malah terbawa angin atau ada orang lain yang membacanya lalu dibuangnya entah kemana, entahlah.
Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 06 lewat 45 menit, aku langsung buru-buru menaikki bis yang baru saja datang.
Sepulang sekolah seperti kemarin aku duduk di tempat aku bertemu dengan pria itu, tapi sudah satu jam berlalu dia tidak kunjung datang, akhirnya aku menyerah untuk lebih lama menunggu. Aku pulang dengan wajah penuh kecewa.
Selama seminggu aku melakukan kebiasaanku untuk menunggu kedatangan pria berwajah maskulin yang sudah membuatku tergila-gila seperti ini. Tapi aku tidak sekalipun menemukan sosok pria itu. Mungkin aku tidak akan pernah bertemu dengannya lagi. Pertemuan yang waktu itu mungkin adalah sebuah angin lewat semata baginya tapi buatku itu adalah sebuah keajaiban. Mungkin tuhan memang mentakdirkanku untuk tidak bertemu dengannya lagi.
Hari hari sesudahnya aku tidak melakukan kebiasaan yang kulakukan setiap seminggu yang lalu, aku melakukan semua kegiatanku seperti saat aku belum bertemu dengan pria itu. Tidak ada lagi menunggu di halte sampai berjam-jam atau menulis sesuatu di kertas lalu ditinggalkan di bangku tempatnya duduk saat itu. Semuanya terlihat seperti biasa seakan aku tidak pernah bertemu dengannya
Dua bulan kemudian seperti biasa aku menunggu bis di halte tempatku bertemu dengan pria berwajah maskulin itu. Saat ini seperti saat itu hujan turun sangat deras, Ada beberapa orang yang sedang menjadikan halte ini sebagai tempat berteduh, ada juga yang sedang menunggu kedatangan bis angkutan mereka, yang membedakan adalah di halte ini tidak ada pria yang sudah membuat jantungku berdetak tak karuan.
Bis yang kutunggu tidak kunjung datang, aku duduk di tempat dimana pertama kalinya aku bertemu dengan pria itu, aku memandangi tempat duduk di sebelahku tempat pria itu duduk yang di biarkan kosong oleh yang lain karna terlihat kotor dan basah.
“bolehkah aku duduk disini?” sapa seseorang yang sudah membuat jantungku hampir meledak.
“eh—engg boleh kok” jawabku sambil memalingkan muka dari tempat duduk yang sedari tadi aku perhatikan.
“oh thank’s” jawabnya sambil mengelap bagian dari tempat duduk yang basah akibat bocornya atap dari halte tersebut.
“sama-sama” jawabku sambil sedikit melirik ke arah seseorang yang menyapanya tadi.
Deg.
Aku tersentak kaget, ternyata ternyata ternyata dia pria yang selama ini aku tunggu kehadirannya disini di halte ini. Oh my god aku harus bagaimana?. Bibirku terkunci, aku tidak bisa mengucapkan sepatah katapun, tanganku bergetar, jantungku ohh berdegup lebih kencang dari saat pertama kubertemu dengannya.
Apa ini sebuah keajaiban?, aku merasa ini seperti mimpi, mimpi yang tidak mungkin menjadi kenyataan. Aku mencoba untuk mencubit tanganku tapi itu terasa sakit. Jadi ini kenyataan, kenyataan aku bisa bertemu dengannya. Aku tidak boleh melewatkan moment ini, tapi aku harus berbuat apa? Apa yang harus kulakukan? Neuron neuron di otakku bekerja lebih cepat dari biasanya.
Aku langsung merapikan bajuku, merapikan rambutku yang sudah agak acak-acakan dan melirik sedikit kearah cermin motor yang terparkir di depan halte.
Aku mencoba untuk melirik ke arahnya untuk kedua kalinya dan ternyata dia juga sedang melihat ke arahku, langsung saja aku memalingkan mukaku, rasa malu ini tidak bisa kubendung lagi, aku tidak tahan lagi serasa ingin meledak.
“hey sepertinya kita pernah bertemu” sapanya.
Aku tersentak kaget, aliran darahku serasa berhenti untuk beberapa detik.
“ahh em—engg eh iya iya, waktu itu di halte ini juga kita ketemunya” jawabku. Aku tidak tahu gelagapku ini di ketahui oleh dia atau tidak, aku sudah tidak bisa menyembunyikannya lagi.
“oh yah kamu bukan yang menulis ini, sebentar yah aku cari dulu di tasku” untuk beberapa detik aku memperhatikan apa yang akan dia tunjukkan padaku. “nah ketemu, ini coba deh liat itu kamu yang menulis atau bukan” desisnya sambil menyerahkan kertas yang sudah kusam itu padaku.
Aku membaca kata demi kata yang ada pada kertas itu, aku kaget ternyata kertas yang aku tulis ini sampai pada orangnya, apa yang harus aku katakan padanya, aku malu kalau aku bilang kertas itu memang milikku, tapi kalau jawab bukan nanti dia memikirkan yang macam-macam lagi, aduh aku harus bagaimana.
“hehe iya ini punyaku, kok bisa ada di kamu sih? Kertas ini kan aku tulis sudah lama sekali” jawabku jujur sambil menatap matanya yang indah bagaikan pelangi yang sudah membuatku meleleh seperti es batu yang terkena sinar matahari.
“oh jadi ini bener punya kamu, waktu itu kira-kira 2 bulan yang lalu pas aku ingin turun dari bis, aku melihat kamu sedang duduk di halte ini tepat di tempat yang sedang kau dudukki ini lalu aku melihat kertas itu, aku baca trus aku simpan deh sampai sekarang, siapa tahu ajah aku bisa bertemu lagi denganmu, dan ternyata kita bertemu lagi di halte ini.”
Ternyata bis yang ingin berhenti waktu itu adalah bis dia? Kalau tahu begitu waktu itu aku tidak perlu pergi.
Aku memperhatikan setiap kata yang ia ucapkan, semuanya terasa berhenti, aku tidak bisa mengalihkan pandanganku, hatiku terasa tersengat listrik.
“ih kamu kurang kerjaan banget sih sampai menyimpan kertas nggak berguna seperti ini” sapaku sambil menepuk pundaknya seraya agar tidak ada kecanggungan di antara aku dan dia.
“ya kan siapa tahu kertas ini penting buatmu” dia tersenyum padaku. oh oh oh tubuhku terasa melayang terbang melintasi tujuh lapis langit dan bertemu dengan malaikat yang wajahnya mirip dengan pria di sebelahku ini. “namamu siapa?” bisik pria itu lembut
“natasya, panggil saja tasya, emm kalau kamu?”
“nama yang cantik, secantik orangnya haha, kalau aku robi”
“ihh gombal nih, nama kamu juga bagus”
“gombal sama jujur itu beda,kalau gombal itu tidak melibatkan ketulusan nah kalau jujur itu melibatkan ketulusan” tuturnya
“hehe iyadeh iya”
“kamu setiap pagi ke halte ini?” tanyanya
“iya, memangnya kenapa?” jawabku
“engga, nanya doang kok”
“kalau kamu gimana?”
“kalau aku sih cuma kalau hujan saja, soalnya aku barangkat sekolah pakai motor, kalau hujan yang deras seperti ini biasanya aku lebih memilih naik bis supaya lebih aman”
“ohh gitu, pantesan dari kemarin aku tunggu tapi engga pernah dateng *ups”. ya ampun aku keceplosan gimana ini.
“hah ngapain kamu nungguin aku?”
“ehh engga kok siapa yang bilang kalau aku nungguin kamu orang tadi aku bilang kok bisnya yang di tunggu gak dateng-dateng yah” aku mengelak
“wah berarti pendengaranku nih yang udah terganggu haha”
Kami berdua terdiam untuk beberapa menit, saat ini aku sedang menyiapkan diri untuk hal apa yang akan terjadi nanti, halte yang tadinya penuh dengan banyak orang sekarang hanya tinggal kami berdua saja, waktu terasa cepat sekali berlalu, bis yang datang tidak pernah teracuhkan oleh aku dan dia, entah apa yang ada di pikirannya saat ini, yang pasti saat ini jantungku, otakku, aliran darahku berkerja lebih cepat dari biasanya.
Tiba-tiba saja dia memegang tanganku, degupan jantungku terasa semakin cepat, aku tidak dapat menduga apa yang akan terjadi nanti, keringat menjulur di sekujur tubuhku.
“tasya coba kau tutup matamu dan jangan melihat sebelum aku bilang buka” bisiknya
Sedetik kemudian aku langsung menutup mataku, ini seperti di film-film, adegan seperti ini pasti cowonya ingin mencium cewenya, aku harus siap-siap. Dia meletakkan sesuatu di tanganku, semacam kertas. Ternyata dia tidak ingin menciumku, aku merasa kecewa.
“ayo buka matanya” sapanya
Aku membuka mata
“apa ini?” tanyaku sambil menunjukkan kertas pemberiannya tadi.
“kertasnya jangan di buka sebelum kamu sampai di rumah nanti” jawabnya
“hah, memang isinya apa?”
“loh, nggak surprice dong kalau di kasih tahu sekarang”
“oh yaudahdeh”
Tiba-tiba dia mendekatkan wajahnya ke arahku, wajahnya dengan wajahku hanya berjarak beberapa senti saja, dan apa yang dia lakukan? dia mengecup keningku, waw aku bahagia sekali. Aku tidak tahu harus berbuat bagaimana, Mencium keningnya balik? Nggak mungkin. Aku tersenyum, dia juga tersenyum debaran jantungku terasa semakin cepat, ingin pinsan rasanya. Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi, mulutku terasa terkunci rapat.
“tuh ada bis ayo kita naik kalau tidak mau terlambat sampai sekolah” sapanya
Aku menuruti semua yang dia katakan, entah apa yang sudah dia lakukan padaku sampai aku menjadi terhipnotis seperti ini.
Di dalam bis kami duduk sebangku lagi tidak seperti hari pertama kami bertemu , hari ini aku bahagia sekali, saking senangnya sampai tidak bisa diucapkan dengan kata-kata. Kami berpisah di halte depan sekolahku, berhubung sekolah kami berbeda jadi kami tidak bisa bersama sampai kelas masing-masing.
“sampai bertemu besok di halte ya” sapanya sambil melambaikan tangan.
“iya, tunggu aku di halte ya” aku melambaikan tangan juga.
*****
Sesampainya di rumah aku langsung membuka kertas yang di berikan oleh robi tadi, dan ternyata isinya itu sungguh membuat detak jantungku berhenti untuk beberapa detik, aku amat sangat bahagia, kebahagiaan ini tidak bisa dilukiskan oleh kata-kata atau apapun yang jelas saat ini aku sangat bahagia, tidak dapat aku pungkiri aku benar-benar jatuh cinta padanya.
Isi suratnya adalah SELAMAT, AKU AKAN BERTANGGUNG JAWAB KARNA SUDAH MEMBUAT JANTUNGMU BERDEGUP KENCANG, TAPI KALI INI AKU AKAN MEMBUAT JANTUNGMU BERHENTI UNTUK BEBERAPA DETIK, AKU CINTA KAMU :* .
Cinta itu butuh pengorbanan, so jangan pernah berhenti untuk mencoba, hadapi semua rintangan untuk mendapatkan cinta yang sesungguhnya.
THE END
Kenangan Masa Silam
KENANGAN MASA SILAM
Waktu pada hari itu menunjukkan pukul sebelas malam pada tanggal 14 Juny, ketika aku sedang menikmati nikmatnya heroin di kamar hotel nomor 25 bersama teman-teman pecandu heroin lainnya. Malam itu cuaca sangat gelap dan dingin di daerah Kemang,wilayah yang terletak di Pusat Jakarta.
Kamar ini agak pengap, ketika kami berlima berada di dalamnya, hanya ada satu kamar tidur dan satu lemari kayu yang sudah agak rapuh, dinding yang berwarna kuning kelabu membuat cahaya menjadi agak remang-remang. Aku, Risa, Priscila, Robi, dan Andi sedang berpesta heroin, kami menikmati heroin dan bercanda gurau sambil membagikan kisah masing-masing, kegiatan ini kami lakukan setiap minggu, ya kami adalah pecandu heroin.
Aku mengenal heroin pertama kali dari temanku Risa, dia bukan teman dekatku tapi saat aku benar-benar terpuruk dia selalu ada di dekatku. Risa yang pada malam itu juga berada bersamaku terlihat sangat pucat, ya dia sedang terlibat banyak masalah pertama ayahnya terbukti menjadi tersangka korupsi dan diperkirakan hartanya juga akan disita, aku sangat merasa kasian padanya, Risa yang bertubuh kecil mungil dan lembut terlihat sangat gelisah, tubuhnya bertambah kurus, tangannya tidak berhenti bergetar sambil menghisap serbuk-serbuk heroin.
Aku berada dalam dunia yang berbeda ketika aku menghisap heroin. Suatu tempat, dimana aku berpikir, dilarang untuk orang-orang biasa dan tidak membawanya rasa sakit. Kemudian kembali, aku membayangkan heroin membawa kembali perasaan hangat akan kenangan manis masa kecil.
Sudah 4 tahun aku memakai heroin sejak aku berada di kelas 2 SMP, saat itu umurku masih 12 tahun, dengan umur sekecil itu aku sudah dilimpahkan berbagai masalah yang membuatku sangat terpuruk dan mengambil langkah untuk mencoba berbagai obat terlarang, sampailah kepada heroin yang membuatku sangat tergila-gila, aku pernah sempat mencoba extasi, ganja dan sabu-sabu, tapi, aku tidak sampai tergila-gila seperti menghisap heroin.
Pernah aku mencoba untuk berhenti, tapi aku tidak bisa, itu terasa sangat menyakitkan, hidupku secara pasti berputar di sekeliling heroin, aku selalu mencari heroin disaat aku mencoba untuk berhenti, dan aku berfikir untuk mengambil lagi.
Malam itu saat aku sedang menghisap heroin tiba-tiba datang beberapa polisi, aku tersergap, aku ketakutan, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa, heroin yang sedang ku pegang dengan spontan terlempar dari tanganku, semuanya terasa gelap aku kehilangan keseimbangan, keringat mengalir deras di sekujur tubuhku, aku tidak bisa berkata apa-apa lagi.
Untuk pertama kalinya dalam hidupku aku berada di dalam jeruji besi, aku merasa seperti seekor binatang di balik jeruji, wajahku tampak acak-acakkan setiap siang dan malam. Aku tidak dapat menyembunyikannya atau menutupi hal yang tabu itu, tanpa seorangpun tahu.
Esok paginya ibuku datang sambil menangis, hal yang sangat jarang sekali terjadi, “kenapa dia tiba-tiba datang, untuk pertama kalinya dalam 4 tahun terakhir? Kenapa saat aku sedang seperti ini” tanyaku dalam hati.
Tubuhnya bertambah kurus sejak pertemuan terakhirku dulu, wajahnya tidak seindah dulu. Sekarang Dia sedang terduduk sambil memandang lantai yang tertutup debu.
“halo sayang, sudah lama yah tidak bertemu” sapanya
Aku hanya tersenyum kecut padanya
“kenapa kamu bisa terjebak pada heroin? jawab mama sayang” tanyanya padaku
Aku terdiam sambil memandangnya dengan sinis “itu semua karna ibu dan ayah yang membuatku seperti ini” aku meneteskan air mata. “kenapa ibu bercerai dengan ayah? Apa kalian tidak mempedulikan aku? Apa kalian tidak memikirkan perasaanku? Saat itu aku masih kecil, aku belum bisa menerima perceraian kalian, aku sangat terpukul, aku terpuruk, saat itu aku tidak mempunyai banyak teman, aku tidak bisa berbagi cerita pada siapapun, APA KALIAN MEMIKIRKAN KEADAANKU?”
Keduanya terdiam, ibuku masih menangis, aku tertunduk diam sambil melirik sedikit kearah ibuku. Dia mulai mengangkat kepalanya memandang lembut kearahku, dia mengambil kedua tanganku yang sejak tadi berada di atas meja.
“sayang, maafkan ibu, ibu bukan bermaksud seperti itu, ibu sayang padamu hanya saja ibu sudah tidak kuat dengan perlakuan ayahmu yang seenaknya saja pada ibu, ibu selalu menghawatirkan mu se..”
“BOHONG” potongku, “kalau ibu khawatir sama aku, kenapa ibu nggak pernah sekalipun menjenguk aku? Aku kesepian bu di rumah itu, ayah selalu pulang setahun sekali, tidak ada yang memperhatikan aku, dan sekarang ibu bertanya kenapa aku jadi seperti ini ?, itu semua karna ibu dan ayah” untuk kedua kalinya aku meneteskan air mata dan aku melepaskan pegangan tangannya sambil berlari meninggalkan dia yang sedang terduduk di kursi tua itu.
Kehidupan di dalam penjara sangat tidak menyenangkan setiap waktu hanya dipekerjakan dengan paksa oleh para sipil penjara, makanan semuanya tidak ada yang pas dengan lidahku, aku serasa berada di dalam neraka, belum lagi dari para tahanan yang sering menyiksaku siang malam.
Ibuku datang seminggu sekali, selama di penjara ayahku hanya 3 kali menjengukku, sebetulnya aku sangat menginginkan kehadiran mereka, karna disini di tempat ini aku sangat kesepian, aku sangat tersiksa. Tetapi setiap aku bertemu mereka, aku selalu ingin marah, tapi lama-kelamaan seiring berjalannya waktu, setelah aku terbiasa, aku mencoba tersenyum setiap mereka datang menjengukku.
Suatu hari tiba-tiba aku di panggil oleh kepala penjara, dia bilang aku akan dipindahkan ke Pusat Rehabilitasi, yah aku cukup senang karna aku sudah tidak akan tinggal di penjara yang amat sangat menyeramkan ini. Tapi kesenangan itu hanya sesaat, di pusat rehabilitasi tetap sama seperti di penjara, tapi sejak disana aku mempunyai beberapa pengalaman yang luar biasa.
3 tahun kemudian aku keluar dari pusat rehabilitasi dan menghirup udara segar yang beberapa tahun ini tidak pernah kudapatkan, aku tidak akan menyia-nyiakan hidupku lagi seperti dulu, aku akan berhenti menghisap heroin lagi, aku ingin menjadi seseorang yang lebih baik dari sebelumnya.
Setiap seminggu sekali ibuku selalu datang ke rumah dan ayah sekarang tidak pernah keluar negri lagi, masuk penjara yang waktu itu adalah keberuntungan bagiku, selain aku terbebas dari heroin aku juga bisa berkumpul dengan keluargaku lagi.
Bagaimana dengan teman pecandu heroin yang lainnya? Semoga mereka bahagia seperti aku sekarang ini, dan kepada Risa semoga kamu diberi ketabahan menjalani hidup ini.
“Dan sekarang adalah akhir dari yang buruk dan permulaan dari yang baik”.
“ke nangan yang terakhir pastilah merupakan yang paling indah yang kau miliki”
CREATED BY RANI AMANDA
DINDING YANG HAMPIR HANCUR..
Badai itu datang lagi.
Menyusup melalui ronggah-ronggah dinding yang hampir hancur.
Diterpa gelombang kecil yang semakin lama membesar.
Harus dengan apa aku mempertahankan dinding ini agar tidak hancur?.
Apa aku harus membangun dinding yang lain?
Aku sudah mencoba menambalnya dengan perhatian dan kasih sayang.
Tapi hasilnya nol.
Lobangnya makin membesar.
Sudah siap untuk hancur.
Aku takut, sangat takut.
Aku takut tidak akan ada yang menjagaku seperti dinding itu.
Aku belum siap untuk berdiri sendiri.
Aku butuh tiang yang menopangku seperti dulu,
Saat dinding itu masih kokoh dan kuat.
Aku tidak butuh pagar atau beton.
Yang aku butuh hanya dinding itu.
Malaikat tanpa sayapku..
Langganan:
Postingan (Atom)