Senin, 08 Oktober 2012

Surat Kecil Untuk Pria di Halte Bis

 

Suara hujan yang deras membendung gendang telingaku. Air Hujan yang seperti ditumpahkan dari langit menggenangi jalan di depan rumahku yang terbilang cukup rendah dibanding rumah-rumah yang lain. Dengan satu helaan napas kuputuskan untuk berangkat walaupun hujan masih mengguyur deras, kubuka payung dan mulai melangkah menuju halte bis dengan berjalan pelan melawan terpaan angin dan hujan. Kalau tidak terpaksa malas rasanya keluar dihari hujan seperti ini lebih baik tidur berselimut memeluk guling tak lupa memakai headset ditelinga dan mendengarkan lagu dari boyband kesayanganku one direction.

Payung yang sedang ku pegang tertiup kencangnya angin, aku tersentak kaget, tampa pikir panjang aku langsung mengejar payung yang tertiup angin itu, dengan tubuh yang basah kuyup aku tetap mengejar payung itu dan pada akhirnya payung itu berhenti di perempatan jalan dekat halte tempat pemberhentian bis. Ada beberapa orang yang sedang menjadikan halte itu sebagai tempat berteduh, ada juga yang sedang menunggu kedatangan bis angkutan mereka, kebetulan halte ini adalah tempat aku setiap pagi menunggu bis untuk berangkat ke sekolah.

Aku mengambil payungku yang tergeletak sangat dekat dengan seorang pria berseragam SMA yang sepertinya sedang menunggu kedatangan bis angkutannya. Aku melirik sedikit kepada pria itu sambil mengambil payung yang berada di dekatnya.

Deg.

Bibirku tidak bisa bergerak. Aku terdiam membeku dan tidak ada satu kedipanpun dari mataku, jantungku berdegup sangat kencang. Aku tidak tahu apakah degupan jantungku ini sampai terdengar oleh dia atau tidak, kalau sampai terdengar akan ditaruh dimana wajahku ini. Pria yang wajahnya tampak blasteran ini terlihat sangat tampan dengan jaket baseball yang melekat di tubuhnya, sepertinya pria ini berdarah campuran inggris – pakistan sangat terlihat dari wajahnya yang tampan maskulin khas hindustan. Dia terlihat seperti seorang malaikat dengan hidung yang mancung, alis yang tebal dan bibir yang aww menggoda iman.

Akhirnya kuputuskan untuk duduk di sebelahnya, berhubung kursi yang berada di sebelahnya itu kosong, tidak akan kulewatkan kesempatan untuk bisa duduk bersebelahan dengan pria yang wajahnya sangat tampan ini.

Aku sedikit mencuri pandang pada pria berwajah maskulin ini, dilihat dari sudut manapun dia tetap terlihat tampan. Apakah dia menyadari jikalau saat ini aku sedang memperhatikan wajahnya yang tampan?. Sepertinya dia tidak sadar sama sekali bahwa aku memperhatikan wajahnya yang tampan dan maskulin itu.

Bus yang sedari tadi kutunggu akhirnya datang juga, sebetulnya aku tidak ingin meninggalkan tempat duduk ini karna aku takut berpisah dengan pria yang berwajah maskulin yang sudah membuat jantungku berdegup kencang ini, tapi berhubung waktu pada saat ini sudah menunjukkan pukul 06.30, jadi aku putuskan untuk menaikki bus itu dengan langkah kaki yang tak ikhlas.

Keajaiban datang, ternyata pria berwajah maskulin itu naik bis ini juga. Aku tak sanggup menahan degupan jantungku yang semakin tidak karuan. Aku tidak bisa berhenti untuk tersenyum. Aku bertindak seperti orang bodoh dan salah tingkah. Entah apa yang ada di pikiran para penumpang lain jika mereka melihatku yang sedang tersenyum sendiri ini seperti orang yang kurang waras.

Pria itu duduk di belakang bangkuku, rasanya ingin sekali aku duduk di sebelahnya lagi seperti saat di halte tadi dan membuat waktu berhenti untuk sekian menit saja tapi itu semua mustahil kulakukan. Selama berada di dalam bis kami hanya terdiam, tidak ada satu patahpun yang keluar dari mulut kami.

Aku sibuk dengan jam tanganku yang melekat di tangan bagian kiriku, aku tidak menyangka waktu berlalu begitu cepat ketika bis yang kutumpangi sudah berhenti di depan halte sekolahku, dan akhirnya aku turun di halte ini.

Aku memandangi punggung bis yang kutumpangi tadi sampai bis itu tertutup embun bekas hujan yang sedang mengguyur wilayah yang berada di bagian barat jakarta ini. “Akankah aku bertemu dengannya lagi” bisikku dalam hati.

Sepulang sekolah aku menyempatkan diri untuk duduk di halte tempat aku dan pria itu bertemu. Aku terdiam untuk beberapa menit sambil mengingat kejadian yang tadi pagi kulakukan. Aku membuka tasku, mencari pulpen atau alat tulis lain yang bisa kugunakan untuk menulis. Akhirnya aku menemukan sebuah spidol, lalu aku menyobek selembar kertas dari buku tulisku. “hay pria berwajah maskulin, kau harus bertanggung jawab karna sudah membuat jantungku berdegup kencang tidak karuan” kata – kata itu yang aku tulis di selembar kertas yang telah kusobek tadi.

Aku tersenyum puas, kutinggalkan kertas ini di tempat pria itu duduk tadi pagi dan berharap agar dia membacanya. Aku siap-siap untuk meninggalkan halte ini ketika ada bis yang datang dan sepertinya akan berhenti di halte ini.

Keesokan harinya pagi-pagi sekali aku datang ke halte itu lagi. Ada banyak bis yang datang silih berganti tapi aku tetap duduk menunggu apakah pria itu datang lagi ke halte ini atau tidak. Kertas yang kutuliskan kemarin sudah tidak ada di tempatnya, aku berfikir apakah dia sudah membaca isi dari tulisan itu atau kertas itu malah terbawa angin atau ada orang lain yang membacanya lalu dibuangnya entah kemana, entahlah.

Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 06 lewat 45 menit, aku langsung buru-buru menaikki bis yang baru saja datang.

Sepulang sekolah seperti kemarin aku duduk di tempat aku bertemu dengan pria itu, tapi sudah satu jam berlalu dia tidak kunjung datang, akhirnya aku menyerah untuk lebih lama menunggu. Aku pulang dengan wajah penuh kecewa.

Selama seminggu aku melakukan kebiasaanku untuk menunggu kedatangan  pria berwajah maskulin yang sudah membuatku tergila-gila seperti ini. Tapi aku tidak sekalipun menemukan sosok pria itu. Mungkin aku tidak akan pernah bertemu dengannya lagi. Pertemuan yang waktu itu mungkin adalah sebuah angin lewat semata baginya tapi buatku itu adalah sebuah keajaiban. Mungkin tuhan memang mentakdirkanku untuk tidak bertemu dengannya lagi.

 Hari hari sesudahnya aku tidak melakukan kebiasaan yang kulakukan setiap seminggu yang lalu, aku melakukan semua kegiatanku seperti saat aku belum bertemu dengan pria itu. Tidak ada lagi menunggu di halte sampai berjam-jam atau menulis sesuatu di kertas lalu ditinggalkan di bangku tempatnya duduk saat itu. Semuanya terlihat seperti biasa seakan aku tidak pernah bertemu dengannya

Dua bulan kemudian seperti biasa aku menunggu bis di halte tempatku bertemu dengan pria berwajah maskulin itu. Saat ini seperti saat itu hujan turun sangat deras, Ada beberapa orang yang sedang menjadikan halte ini sebagai tempat berteduh, ada juga yang sedang menunggu kedatangan bis angkutan mereka, yang membedakan adalah di halte ini tidak ada pria yang sudah membuat jantungku berdetak tak karuan.

Bis yang kutunggu tidak kunjung datang, aku duduk di tempat dimana pertama kalinya aku bertemu dengan pria itu, aku memandangi tempat duduk di sebelahku tempat pria itu duduk yang di biarkan kosong oleh yang lain karna terlihat kotor dan basah.

“bolehkah aku duduk disini?” sapa seseorang yang sudah membuat jantungku hampir meledak.

“eh—engg boleh kok” jawabku sambil memalingkan muka dari tempat duduk yang sedari tadi aku perhatikan.

“oh thank’s” jawabnya sambil mengelap bagian dari tempat duduk yang basah akibat bocornya atap dari halte tersebut.

“sama-sama” jawabku sambil sedikit melirik ke arah seseorang yang menyapanya tadi.

Deg.

Aku tersentak kaget, ternyata ternyata ternyata dia pria yang selama ini aku tunggu kehadirannya disini di halte ini. Oh my god aku harus bagaimana?. Bibirku terkunci, aku tidak bisa mengucapkan sepatah katapun, tanganku bergetar, jantungku ohh berdegup lebih kencang dari saat pertama kubertemu dengannya.

Apa ini sebuah keajaiban?, aku merasa ini seperti mimpi, mimpi yang tidak mungkin menjadi kenyataan. Aku mencoba untuk mencubit tanganku tapi itu terasa sakit. Jadi ini kenyataan, kenyataan aku bisa bertemu dengannya. Aku tidak boleh melewatkan moment ini, tapi aku harus berbuat apa? Apa yang harus kulakukan? Neuron neuron di otakku bekerja lebih cepat dari biasanya.

Aku langsung merapikan bajuku, merapikan rambutku yang sudah agak acak-acakan dan melirik sedikit kearah cermin motor yang terparkir di depan halte.

Aku mencoba untuk melirik ke arahnya untuk kedua kalinya dan ternyata dia juga sedang melihat ke arahku, langsung saja aku memalingkan mukaku, rasa malu ini tidak bisa kubendung lagi, aku tidak tahan lagi serasa ingin meledak.

“hey sepertinya kita pernah bertemu” sapanya.

Aku tersentak kaget, aliran darahku serasa berhenti untuk beberapa detik.

“ahh em­­­—engg eh iya iya, waktu itu di halte ini juga kita ketemunya” jawabku. Aku tidak tahu gelagapku ini di ketahui oleh dia atau tidak, aku sudah tidak bisa menyembunyikannya lagi.

“oh yah kamu bukan yang menulis ini, sebentar yah aku cari dulu di tasku” untuk beberapa detik aku memperhatikan apa yang akan dia tunjukkan padaku. “nah ketemu, ini coba deh liat itu kamu yang menulis atau bukan” desisnya sambil menyerahkan kertas yang sudah kusam itu padaku.

Aku membaca kata demi kata yang ada pada kertas itu, aku kaget ternyata kertas yang aku tulis ini sampai pada orangnya, apa yang harus aku katakan padanya, aku malu kalau aku bilang kertas itu memang milikku, tapi kalau jawab bukan nanti dia memikirkan yang macam-macam lagi, aduh aku harus bagaimana.

“hehe iya ini punyaku, kok bisa ada di kamu sih? Kertas ini kan aku tulis sudah lama sekali” jawabku jujur sambil menatap matanya yang indah bagaikan pelangi yang sudah membuatku meleleh seperti es batu yang terkena sinar matahari.

“oh jadi ini bener punya kamu, waktu itu kira-kira 2 bulan yang lalu pas aku ingin turun dari bis, aku melihat kamu sedang duduk di halte ini tepat di tempat yang sedang kau dudukki ini lalu aku melihat kertas itu, aku baca trus aku simpan deh sampai sekarang, siapa tahu ajah aku bisa bertemu lagi denganmu, dan ternyata kita bertemu lagi di halte ini.”

Ternyata bis yang ingin berhenti waktu itu adalah bis dia? Kalau tahu begitu waktu itu aku tidak perlu pergi.

Aku memperhatikan setiap kata yang ia ucapkan, semuanya terasa berhenti, aku tidak bisa mengalihkan pandanganku, hatiku terasa tersengat listrik.

“ih kamu kurang kerjaan banget sih sampai menyimpan kertas nggak berguna seperti ini” sapaku sambil menepuk pundaknya seraya agar tidak ada kecanggungan di antara aku dan dia.

“ya kan siapa tahu kertas ini penting buatmu” dia tersenyum padaku. oh oh oh tubuhku terasa melayang terbang melintasi tujuh lapis langit dan bertemu dengan malaikat yang wajahnya mirip dengan pria di sebelahku ini. “namamu siapa?” bisik pria itu lembut

“natasya, panggil saja tasya, emm kalau kamu?”

“nama yang cantik, secantik orangnya haha, kalau aku robi”

“ihh gombal nih, nama kamu juga bagus”

“gombal sama jujur itu beda,kalau gombal itu tidak melibatkan ketulusan nah kalau jujur itu melibatkan ketulusan” tuturnya

“hehe iyadeh iya”

“kamu setiap pagi ke halte ini?” tanyanya

“iya, memangnya kenapa?” jawabku

“engga, nanya doang kok”

“kalau kamu gimana?”

“kalau aku sih cuma kalau hujan saja, soalnya aku barangkat sekolah pakai motor, kalau hujan yang deras seperti ini biasanya aku lebih memilih naik bis supaya lebih aman”

“ohh gitu, pantesan dari kemarin aku tunggu tapi engga pernah dateng *ups”. ya ampun aku keceplosan gimana ini.

“hah ngapain kamu nungguin aku?”

“ehh engga kok siapa yang bilang kalau aku nungguin kamu orang tadi aku bilang kok bisnya yang di tunggu gak dateng-dateng yah” aku mengelak

“wah berarti pendengaranku nih yang udah terganggu haha”

Kami berdua terdiam untuk beberapa menit, saat ini aku sedang menyiapkan diri untuk hal apa yang akan terjadi nanti, halte yang tadinya penuh dengan banyak orang sekarang hanya tinggal kami berdua saja, waktu terasa cepat sekali berlalu, bis yang datang tidak pernah teracuhkan oleh aku dan dia, entah apa yang ada di pikirannya saat ini, yang pasti saat ini jantungku, otakku, aliran darahku berkerja lebih cepat dari biasanya.

Tiba-tiba saja dia memegang tanganku, degupan jantungku terasa semakin cepat, aku tidak dapat menduga apa yang akan terjadi nanti, keringat menjulur di sekujur tubuhku.

“tasya coba kau tutup matamu dan jangan melihat sebelum aku bilang buka” bisiknya

Sedetik kemudian aku langsung menutup mataku, ini seperti di film-film, adegan seperti ini pasti cowonya ingin mencium cewenya, aku harus siap-siap. Dia meletakkan sesuatu di tanganku, semacam kertas. Ternyata dia tidak ingin menciumku, aku merasa kecewa.

“ayo buka matanya” sapanya

Aku membuka mata

“apa ini?” tanyaku sambil menunjukkan kertas pemberiannya tadi.

“kertasnya jangan di buka sebelum kamu sampai di rumah nanti” jawabnya

“hah, memang isinya apa?”

“loh, nggak surprice dong kalau di kasih tahu sekarang”

“oh yaudahdeh”

Tiba-tiba dia mendekatkan wajahnya ke arahku, wajahnya dengan wajahku hanya berjarak beberapa senti saja, dan apa yang dia lakukan? dia mengecup keningku, waw aku bahagia sekali. Aku tidak tahu harus berbuat bagaimana, Mencium keningnya balik? Nggak mungkin. Aku tersenyum, dia juga tersenyum debaran jantungku terasa semakin cepat, ingin pinsan rasanya. Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi, mulutku terasa terkunci rapat.

 

“tuh ada bis ayo kita naik kalau tidak mau terlambat sampai sekolah” sapanya

Aku menuruti semua yang dia katakan, entah apa yang sudah dia lakukan padaku sampai aku menjadi terhipnotis seperti ini.

Di dalam bis kami duduk sebangku lagi tidak seperti hari pertama kami bertemu , hari ini aku bahagia sekali, saking senangnya sampai tidak bisa diucapkan dengan kata-kata. Kami berpisah di halte depan sekolahku, berhubung sekolah kami berbeda jadi kami tidak bisa bersama sampai kelas masing-masing.

“sampai bertemu besok di halte ya” sapanya sambil melambaikan tangan.

“iya, tunggu aku di halte ya” aku melambaikan tangan juga.

                                                *****

Sesampainya di rumah aku langsung membuka kertas yang di berikan oleh robi tadi, dan ternyata isinya itu sungguh membuat detak jantungku berhenti untuk beberapa detik, aku amat sangat bahagia, kebahagiaan ini tidak bisa dilukiskan oleh kata-kata atau apapun yang jelas saat ini aku sangat bahagia, tidak dapat aku pungkiri aku benar-benar jatuh cinta padanya.

Isi suratnya adalah SELAMAT, AKU AKAN BERTANGGUNG JAWAB KARNA SUDAH MEMBUAT JANTUNGMU BERDEGUP KENCANG, TAPI KALI INI AKU AKAN MEMBUAT JANTUNGMU BERHENTI UNTUK BEBERAPA DETIK, AKU CINTA KAMU :* .

 

 

Cinta itu butuh pengorbanan, so jangan pernah berhenti untuk mencoba, hadapi semua rintangan untuk mendapatkan cinta yang sesungguhnya.

 

                                                THE END

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah membaca tulisan saya, :D
saya sangat menerima kritik dan saran dari anda. Terima kasih :)