Surat Kecil Untuk Pria di Halte Bis
Suara hujan yang deras membendung
gendang telingaku. Air Hujan yang seperti ditumpahkan dari langit menggenangi
jalan di depan rumahku yang terbilang cukup rendah dibanding rumah-rumah yang
lain. Dengan satu helaan napas kuputuskan untuk berangkat walaupun hujan masih
mengguyur deras, kubuka payung dan mulai melangkah menuju halte bis dengan
berjalan pelan melawan terpaan angin dan hujan. Kalau tidak terpaksa malas
rasanya keluar dihari hujan seperti ini lebih baik tidur berselimut memeluk
guling tak lupa memakai headset ditelinga dan mendengarkan lagu dari boyband
kesayanganku one direction.
Payung yang sedang ku pegang
tertiup kencangnya angin, aku tersentak kaget, tampa pikir panjang aku langsung
mengejar payung yang tertiup angin itu, dengan tubuh yang basah kuyup aku tetap
mengejar payung itu dan pada akhirnya payung itu berhenti di perempatan jalan
dekat halte tempat pemberhentian bis. Ada beberapa orang yang sedang menjadikan
halte itu sebagai tempat berteduh, ada juga yang sedang menunggu kedatangan bis
angkutan mereka, kebetulan halte ini adalah tempat aku setiap pagi menunggu bis
untuk berangkat ke sekolah.
Aku mengambil payungku yang
tergeletak sangat dekat dengan seorang pria berseragam SMA yang sepertinya
sedang menunggu kedatangan bis angkutannya. Aku melirik sedikit kepada pria itu
sambil mengambil payung yang berada di dekatnya.
Deg.
Bibirku tidak bisa bergerak. Aku
terdiam membeku dan tidak ada satu kedipanpun dari mataku, jantungku berdegup
sangat kencang. Aku tidak tahu apakah degupan jantungku ini sampai terdengar
oleh dia atau tidak, kalau sampai terdengar akan ditaruh dimana wajahku ini.
Pria yang wajahnya tampak blasteran ini terlihat sangat tampan dengan jaket
baseball yang melekat di tubuhnya, sepertinya pria ini berdarah campuran
inggris – pakistan sangat terlihat dari wajahnya yang tampan maskulin khas
hindustan. Dia terlihat seperti seorang malaikat dengan hidung yang mancung,
alis yang tebal dan bibir yang aww menggoda iman.
Akhirnya kuputuskan untuk duduk
di sebelahnya, berhubung kursi yang berada di sebelahnya itu kosong, tidak akan
kulewatkan kesempatan untuk bisa duduk bersebelahan dengan pria yang wajahnya
sangat tampan ini.
Aku sedikit mencuri pandang pada
pria berwajah maskulin ini, dilihat dari sudut manapun dia tetap terlihat
tampan. Apakah dia menyadari jikalau saat ini aku sedang memperhatikan wajahnya
yang tampan?. Sepertinya dia tidak sadar sama sekali bahwa aku memperhatikan
wajahnya yang tampan dan maskulin itu.
Bus yang sedari tadi kutunggu
akhirnya datang juga, sebetulnya aku tidak ingin meninggalkan tempat duduk ini
karna aku takut berpisah dengan pria yang berwajah maskulin yang sudah membuat
jantungku berdegup kencang ini, tapi berhubung waktu pada saat ini sudah
menunjukkan pukul 06.30, jadi aku putuskan untuk menaikki bus itu dengan
langkah kaki yang tak ikhlas.
Keajaiban datang, ternyata pria
berwajah maskulin itu naik bis ini juga. Aku tak sanggup menahan degupan jantungku
yang semakin tidak karuan. Aku tidak bisa berhenti untuk tersenyum. Aku
bertindak seperti orang bodoh dan salah tingkah. Entah apa yang ada di pikiran
para penumpang lain jika mereka melihatku yang sedang tersenyum sendiri ini
seperti orang yang kurang waras.
Pria itu duduk di belakang
bangkuku, rasanya ingin sekali aku duduk di sebelahnya lagi seperti saat di
halte tadi dan membuat waktu berhenti untuk sekian menit saja tapi itu semua
mustahil kulakukan. Selama berada di dalam bis kami hanya terdiam, tidak ada
satu patahpun yang keluar dari mulut kami.
Aku sibuk dengan jam tanganku
yang melekat di tangan bagian kiriku, aku tidak menyangka waktu berlalu begitu
cepat ketika bis yang kutumpangi sudah berhenti di depan halte sekolahku, dan
akhirnya aku turun di halte ini.
Aku memandangi punggung bis yang
kutumpangi tadi sampai bis itu tertutup embun bekas hujan yang sedang mengguyur
wilayah yang berada di bagian barat jakarta ini. “Akankah aku bertemu dengannya
lagi” bisikku dalam hati.
Sepulang sekolah aku menyempatkan
diri untuk duduk di halte tempat aku dan pria itu bertemu. Aku terdiam untuk
beberapa menit sambil mengingat kejadian yang tadi pagi kulakukan. Aku membuka
tasku, mencari pulpen atau alat tulis lain yang bisa kugunakan untuk menulis.
Akhirnya aku menemukan sebuah spidol, lalu aku menyobek selembar kertas dari
buku tulisku. “hay pria berwajah
maskulin, kau harus bertanggung jawab karna sudah membuat jantungku berdegup kencang
tidak karuan” kata – kata itu yang aku tulis di selembar kertas yang telah
kusobek tadi.
Aku tersenyum puas, kutinggalkan
kertas ini di tempat pria itu duduk tadi pagi dan berharap agar dia membacanya.
Aku siap-siap untuk meninggalkan halte ini ketika ada bis yang datang dan
sepertinya akan berhenti di halte ini.
Keesokan harinya pagi-pagi sekali
aku datang ke halte itu lagi. Ada banyak bis yang datang silih berganti tapi
aku tetap duduk menunggu apakah pria itu datang lagi ke halte ini atau tidak.
Kertas yang kutuliskan kemarin sudah tidak ada di tempatnya, aku berfikir
apakah dia sudah membaca isi dari tulisan itu atau kertas itu malah terbawa
angin atau ada orang lain yang membacanya lalu dibuangnya entah kemana,
entahlah.
Tidak terasa waktu sudah
menunjukkan pukul 06 lewat 45 menit, aku langsung buru-buru menaikki bis yang
baru saja datang.
Sepulang sekolah seperti kemarin
aku duduk di tempat aku bertemu dengan pria itu, tapi sudah satu jam berlalu
dia tidak kunjung datang, akhirnya aku menyerah untuk lebih lama menunggu. Aku
pulang dengan wajah penuh kecewa.
Selama seminggu aku melakukan
kebiasaanku untuk menunggu kedatangan
pria berwajah maskulin yang sudah membuatku tergila-gila seperti ini.
Tapi aku tidak sekalipun menemukan sosok pria itu. Mungkin aku tidak akan
pernah bertemu dengannya lagi. Pertemuan yang waktu itu mungkin adalah sebuah
angin lewat semata baginya tapi buatku itu adalah sebuah keajaiban. Mungkin
tuhan memang mentakdirkanku untuk tidak bertemu dengannya lagi.
Hari hari sesudahnya aku tidak melakukan
kebiasaan yang kulakukan setiap seminggu yang lalu, aku melakukan semua
kegiatanku seperti saat aku belum bertemu dengan pria itu. Tidak ada lagi
menunggu di halte sampai berjam-jam atau menulis sesuatu di kertas lalu
ditinggalkan di bangku tempatnya duduk saat itu. Semuanya terlihat seperti
biasa seakan aku tidak pernah bertemu dengannya
Dua bulan kemudian seperti biasa
aku menunggu bis di halte tempatku bertemu dengan pria berwajah maskulin itu.
Saat ini seperti saat itu hujan turun sangat deras, Ada beberapa orang yang
sedang menjadikan halte ini sebagai tempat berteduh, ada juga yang sedang
menunggu kedatangan bis angkutan mereka, yang membedakan adalah di halte ini
tidak ada pria yang sudah membuat jantungku berdetak tak karuan.
Bis yang kutunggu tidak kunjung
datang, aku duduk di tempat dimana pertama kalinya aku bertemu dengan pria itu,
aku memandangi tempat duduk di sebelahku tempat pria itu duduk yang di biarkan
kosong oleh yang lain karna terlihat kotor dan basah.
“bolehkah aku duduk disini?” sapa
seseorang yang sudah membuat jantungku hampir meledak.
“eh—engg boleh kok” jawabku
sambil memalingkan muka dari tempat duduk yang sedari tadi aku perhatikan.
“oh thank’s” jawabnya sambil
mengelap bagian dari tempat duduk yang basah akibat bocornya atap dari halte
tersebut.
“sama-sama” jawabku sambil
sedikit melirik ke arah seseorang yang menyapanya tadi.
Deg.
Aku tersentak kaget, ternyata
ternyata ternyata dia pria yang selama ini aku tunggu kehadirannya disini di
halte ini. Oh my god aku harus bagaimana?. Bibirku terkunci, aku tidak bisa
mengucapkan sepatah katapun, tanganku bergetar, jantungku ohh berdegup lebih
kencang dari saat pertama kubertemu dengannya.
Apa ini sebuah keajaiban?, aku
merasa ini seperti mimpi, mimpi yang tidak mungkin menjadi kenyataan. Aku
mencoba untuk mencubit tanganku tapi itu terasa sakit. Jadi ini kenyataan,
kenyataan aku bisa bertemu dengannya. Aku tidak boleh melewatkan moment ini,
tapi aku harus berbuat apa? Apa yang harus kulakukan? Neuron neuron di otakku
bekerja lebih cepat dari biasanya.
Aku langsung merapikan bajuku,
merapikan rambutku yang sudah agak acak-acakan dan melirik sedikit kearah
cermin motor yang terparkir di depan halte.
Aku mencoba untuk melirik ke
arahnya untuk kedua kalinya dan ternyata dia juga sedang melihat ke arahku,
langsung saja aku memalingkan mukaku, rasa malu ini tidak bisa kubendung lagi,
aku tidak tahan lagi serasa ingin meledak.
“hey sepertinya kita pernah
bertemu” sapanya.
Aku tersentak kaget, aliran
darahku serasa berhenti untuk beberapa detik.
“ahh em—engg eh iya iya, waktu
itu di halte ini juga kita ketemunya” jawabku. Aku tidak tahu gelagapku ini di
ketahui oleh dia atau tidak, aku sudah tidak bisa menyembunyikannya lagi.
“oh yah kamu bukan yang menulis
ini, sebentar yah aku cari dulu di tasku” untuk beberapa detik aku
memperhatikan apa yang akan dia tunjukkan padaku. “nah ketemu, ini coba deh
liat itu kamu yang menulis atau bukan” desisnya sambil menyerahkan kertas yang
sudah kusam itu padaku.
Aku membaca kata demi kata yang
ada pada kertas itu, aku kaget ternyata kertas yang aku tulis ini sampai pada
orangnya, apa yang harus aku katakan padanya, aku malu kalau aku bilang kertas
itu memang milikku, tapi kalau jawab bukan nanti dia memikirkan yang
macam-macam lagi, aduh aku harus bagaimana.
“hehe iya ini punyaku, kok bisa
ada di kamu sih? Kertas ini kan aku tulis sudah lama sekali” jawabku jujur
sambil menatap matanya yang indah bagaikan pelangi yang sudah membuatku meleleh
seperti es batu yang terkena sinar matahari.
“oh jadi ini bener punya kamu,
waktu itu kira-kira 2 bulan yang lalu pas aku ingin turun dari bis, aku melihat
kamu sedang duduk di halte ini tepat di tempat yang sedang kau dudukki ini lalu
aku melihat kertas itu, aku baca trus aku simpan deh sampai sekarang, siapa
tahu ajah aku bisa bertemu lagi denganmu, dan ternyata kita bertemu lagi di
halte ini.”
Ternyata bis yang ingin berhenti
waktu itu adalah bis dia? Kalau tahu begitu waktu itu aku tidak perlu pergi.
Aku memperhatikan setiap kata
yang ia ucapkan, semuanya terasa berhenti, aku tidak bisa mengalihkan
pandanganku, hatiku terasa tersengat listrik.
“ih kamu kurang kerjaan banget
sih sampai menyimpan kertas nggak berguna seperti ini” sapaku sambil menepuk
pundaknya seraya agar tidak ada kecanggungan di antara aku dan dia.
“ya kan siapa tahu kertas ini
penting buatmu” dia tersenyum padaku. oh oh oh tubuhku terasa melayang terbang
melintasi tujuh lapis langit dan bertemu dengan malaikat yang wajahnya mirip dengan
pria di sebelahku ini. “namamu siapa?” bisik pria itu lembut
“natasya, panggil saja tasya, emm
kalau kamu?”
“nama yang cantik, secantik
orangnya haha, kalau aku robi”
“ihh gombal nih, nama kamu juga
bagus”
“gombal sama jujur itu beda,kalau
gombal itu tidak melibatkan ketulusan nah kalau jujur itu melibatkan ketulusan”
tuturnya
“hehe iyadeh iya”
“kamu setiap pagi ke halte ini?”
tanyanya
“iya, memangnya kenapa?” jawabku
“engga, nanya doang kok”
“kalau kamu gimana?”
“kalau aku sih cuma kalau hujan
saja, soalnya aku barangkat sekolah pakai motor, kalau hujan yang deras seperti
ini biasanya aku lebih memilih naik bis supaya lebih aman”
“ohh gitu, pantesan dari kemarin
aku tunggu tapi engga pernah dateng *ups”. ya ampun aku keceplosan gimana ini.
“hah ngapain kamu nungguin aku?”
“ehh engga kok siapa yang bilang
kalau aku nungguin kamu orang tadi aku bilang kok bisnya yang di tunggu gak
dateng-dateng yah” aku mengelak
“wah berarti pendengaranku nih
yang udah terganggu haha”
Kami berdua terdiam untuk
beberapa menit, saat ini aku sedang menyiapkan diri untuk hal apa yang akan
terjadi nanti, halte yang tadinya penuh dengan banyak orang sekarang hanya
tinggal kami berdua saja, waktu terasa cepat sekali berlalu, bis yang datang
tidak pernah teracuhkan oleh aku dan dia, entah apa yang ada di pikirannya saat
ini, yang pasti saat ini jantungku, otakku, aliran darahku berkerja lebih cepat
dari biasanya.
Tiba-tiba saja dia memegang
tanganku, degupan jantungku terasa semakin cepat, aku tidak dapat menduga apa
yang akan terjadi nanti, keringat menjulur di sekujur tubuhku.
“tasya coba kau tutup matamu dan
jangan melihat sebelum aku bilang buka” bisiknya
Sedetik kemudian aku langsung
menutup mataku, ini seperti di film-film, adegan seperti ini pasti cowonya
ingin mencium cewenya, aku harus siap-siap. Dia meletakkan sesuatu di tanganku,
semacam kertas. Ternyata dia tidak ingin menciumku, aku merasa kecewa.
“ayo buka matanya” sapanya
Aku membuka mata
“apa ini?” tanyaku sambil
menunjukkan kertas pemberiannya tadi.
“kertasnya jangan di buka sebelum
kamu sampai di rumah nanti” jawabnya
“hah, memang isinya apa?”
“loh, nggak surprice dong kalau
di kasih tahu sekarang”
“oh yaudahdeh”
Tiba-tiba dia mendekatkan
wajahnya ke arahku, wajahnya dengan wajahku hanya berjarak beberapa senti saja,
dan apa yang dia lakukan? dia mengecup keningku, waw aku bahagia sekali. Aku
tidak tahu harus berbuat bagaimana, Mencium keningnya balik? Nggak mungkin. Aku
tersenyum, dia juga tersenyum debaran jantungku terasa semakin cepat, ingin
pinsan rasanya. Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi, mulutku terasa terkunci
rapat.
“tuh ada bis ayo kita naik kalau
tidak mau terlambat sampai sekolah” sapanya
Aku menuruti semua yang dia
katakan, entah apa yang sudah dia lakukan padaku sampai aku menjadi terhipnotis
seperti ini.
Di dalam bis kami duduk sebangku
lagi tidak seperti hari pertama kami bertemu , hari ini aku bahagia sekali,
saking senangnya sampai tidak bisa diucapkan dengan kata-kata. Kami berpisah di
halte depan sekolahku, berhubung sekolah kami berbeda jadi kami tidak bisa
bersama sampai kelas masing-masing.
“sampai bertemu besok di halte
ya” sapanya sambil melambaikan tangan.
“iya, tunggu aku di halte ya” aku
melambaikan tangan juga.
*****
Sesampainya di rumah aku langsung
membuka kertas yang di berikan oleh robi tadi, dan ternyata isinya itu sungguh
membuat detak jantungku berhenti untuk beberapa detik, aku amat sangat bahagia,
kebahagiaan ini tidak bisa dilukiskan oleh kata-kata atau apapun yang jelas
saat ini aku sangat bahagia, tidak dapat aku pungkiri aku benar-benar jatuh
cinta padanya.
Isi suratnya adalah SELAMAT, AKU
AKAN BERTANGGUNG JAWAB KARNA SUDAH MEMBUAT JANTUNGMU BERDEGUP KENCANG, TAPI
KALI INI AKU AKAN MEMBUAT JANTUNGMU BERHENTI UNTUK BEBERAPA DETIK, AKU CINTA
KAMU :* .
Cinta
itu butuh pengorbanan, so jangan pernah berhenti untuk mencoba, hadapi semua
rintangan untuk mendapatkan cinta yang sesungguhnya.
THE END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah membaca tulisan saya, :D
saya sangat menerima kritik dan saran dari anda. Terima kasih :)