Di atas kertas berdecak malu
Buih cinta menggebu syahdu
Melukis rona rasa menggebu pilu
Berbisik dalam bayang semu
Seonggoh bait mengandung asa
Memaksa jemari menggambar prosa
Walau tak bertuah
Namun bermakna melambai mesra
Kurangkai letak jemari
Teruntuk meluluh kau terpatri
Walau duri merajuk perih
Tetap tersinggah dimana abadi
Tersenyum aku wahai fana
Merela senja tak pandang masa
Gerimispun menderai manja
Merajuk sendu berbekas cinta.
Sabtu, 23 Februari 2013
Hujan untuk Kita
“kamu harus rajin belajar kelas 12 nanti” ucap seorang
wanita tua seusai menuruni anak tangga terakhir kepada seorang gadis yang
usianya kurang lebih 17 tahun. Waliyha.
“iya bu, ok” jawab waliyha sembari menaikki sepeda motornya.
Waliyha baru saja mengambil rapot semester 2 nya yang
hasilnya lumayan memuaskan dan saat ini dia resmi menjadi anak kelas 3 SMA.
***
Waliyha sedang memakirkan sepeda motornya dengan rapi di
pekarangan rumahnya, sedangkan matanya tidak lepas dari sebuah rumah yang letaknya
tepat di depan rumah Waliyha sendiri. Banyak barang-barang besar di depan rumah
itu.
“sepertinya kita kedatangan tetangga baru bu” ucapnya
“iya, ibu sudah mendengar bahwa ada yang ingin pindah ke
rumah itu, tapi ibu tidak menyangka kalau secepat ini, padahal ibu baru
mendengar gossip itu kemarin” tutur wanita tua itu yang ternyata adalah ibunya
Waliyha.
Rasa penasaran Waliyha muncul, tanpa ragu iya menuruni
sepeda motornya sambil merapikan letak jilbabnya yang mulai acak-acakan ketika
menaikki sepeda motor tadi sementara ia mulai bergegas berjalan ke arah rumah
itu. Setelah sampai tepat di depan pintu dia langsung memasukkan kepalanya
kedalam untuk memastikan apakah ada seseorang atau tidak ternyata tidak ada
siapapun disana “oke sampai disini, jangan seperti orang bodoh yang masuk ke
dalam rumah orang seenaknya” ucapnya lebih kepada dirinya sendiri.
***
Niko. Itulah namanya, seorang pendatang dari pulau Sumatra
yang menetapkan untuk tinggal di Jakarta dan dia baru saja pindah ke sebuah
rumah yang berada di blok C perumahan kecil daerah Cengkareng Jakarta Barat.
Dia baru saja keluar dari Toilet ketika melihat seorang
gadis yang memasukkan kepalanya ke dalam rumahnya. Dia baru habis mandi dan
tidak mungkin dia menghampiri gadis itu sedangkan saat itu tubuhnya hanya
dibalut selembar handuk.
“harusnya tadi kukunci dulu pintu itu, siapa tahu dia
berniat untuk maling” pikirnya sambil mengumpat di balik pintu kamar mandi.
Gadis itu telah pergi, dengan sigap niko langsung mengintip
dari balik jendela ke arah mana gadis itu pergi, ternyata gadis itu adalah
tetangganya yang rumahnya berada tepat di depan rumah yang saat ini dia
tempati. Niko mulai penasaran.
***
Keesokan harinya tanggal 22 desember hujan turun sangat
lebat di daerah Jakarta dan sekitarnya. Waliyha menutup rapat-rapat telinganya
dengan sebuah headset yang sudah tersambung kepada heandphone, dia menyetel
keras-keras lagu “kiss you dari One Direction” di playlist heandphonenya, dia
berharap suara hujan tidak terdengar lagi.
Dia benci hujan, dia tidak pernah menginginkan hujan turun
dan dia tidak pernah berfikir ingin mendengar suara rintik-rintik hujan yang
nyatanya indah itu.
Terdengar suara ketukan pintu, tapi dia mengacuhkannya karna
dia tidak ingin melihat hujan, karna hujan mengingatkannya kepada kenangan yang
seharusnya ia lupakan.
Satu ketukan, dua ketukan, tiga ketukan dan di ketukan
keempat dia menyerah akhirnya dia membukakan pintu itu.
Pria bertubuh tinggi berdiri di ambang pintu terlihat basah
kuyup.
“aku tahu, dia pasti kehujanan, makanya aku sangat benci
hujan, membuat semua orang kesusahan” pikir waliyha.
Pria itu berwajah oriental berkulit putih, bermata sipit,
berhidung mancung. Penampilannya sangat kacau dan sepertinya pria ini berumur
kurang lebih 20 tahunan.
“ada yang bisa saya bantu” Tanya waliyha mengawali
percakapan sambil menaikkan satu alisnya.
Dia terlihat gugup “oh ya saya penghuni baru rumah di depan
itu” sahutnya sambil mengusap bagian belakang rambutnya dan tangannya yang lain
menunjuk ke arah rumah yang ternyata adalah rumah yang kemarin Waliyha datangi,
walau dalam keadaan sembunyi-sembunyi.
Waliyha melihat ke arah rumah yang ditunjuk oleh tangan pria itu, Waliyha
mulai ketakutan, dia takut jika pria ini tahu kalau dia kemarin mengendap-endap
ke rumahnya. “oh rumah itu” sahutnya singkat sambil menggigit bibir bawahnya
dan menganggukkan kepalanya.
“emm begini, bolehkah saya meminjam ember? Atap rumah saya
bocor dan saya belum mempunyai apapun untuk menampung air hujan itu” pintanya
dengan tatapan memohon.
Waliyha menghela nafas “ember? Oh iya tentu, seperinya ada
satu ember yang tidak terpakai di toilet, sebentar saya ambilkan, kamu masuk
saja dulu, hujan, nanti kamu masuk angin jika berdiri di depan pintu terus”
seru Waliyha sambil menggeser tubuhnya untuk mempersilahkan lelaki itu masuk.
“ahh iya makasih” dia tersenyum sambil memasukki rumah
Waliyha.
Tidak lama kemudian Waliyha kembali dengan sebuah ember
berukuran sedang ditangannya “ ini embernya, buat kamu saja, dirumahku masih
banyak ember soalnya” tutur Waliyha sambil menyerahkan embernya kepada pria
tadi.
Pria itu meraih ember yang diberikan Waliyha “makasih banyak
yah” pria itu tersenyum lagi sembari bergegas keluar dari rumah Waliyha.
“senyuman yang indah, ohh tidak, aku bisa jatuh cinta
denganya” pikir Waliyha dalam hati sambil mengusap-usap puncak kepalanya. “oh
iya jangan lupa keringkan tubuhmu, bisa-bisa kamu sakit nanti” seru Waliyha
kepada pria tersebut dengan suara yang keras.
Pria itu tersenyum “tentu, makasih perhatian dan embernya”
lanjutnya sambil berjalan ke arah rumahnya.
Waliyha masih memandang punggungnya yang sedang berjalan
menjauh ketika pria itu berbalik dan tersenyum untuk yang keempat kalinya
sebelum akhirnya dia masuk kedalam rumahnya. Waliyha membalas senyumnya. “oh
tidak aku bisa benar-benar jatuh cinta padanya” ucapnya dalam hati sedangkan
tangannya bergerak menutupi wajahnya.
Baru kali ini Waliyha bersedia berdiri di depan pintu saat
hujan sedang turun. Perubahan.
***
Niko penasaran dengan gadis itu, lalu dia memutar otak agar
bisa bertemu gadis itu lagi. Saat itu hujan sedang turun lebat di daerahnya dan
ide pun langsung muncul dengan sekejap.
Dengan semangat Niko mendatangi rumah gadis itu, dengan
basah kuyup dia mengetuk pintu rumah itu. Satu ketukan, dua ketukan, tiga
ketukan dan di ketukan keempat akhirnya pintu itu terbuka.
Di ambang pintu terlihat sesosok gadis dengan berbalut
jilbab di kepalanya, Niko tidak bisa melihat warna kulitnya karna seluruh
tubuhnya tertutup, sosok gadis yang sangat diinginkannya. Hanya telapak tangan dan
wajahnya yang terlihat, bibirnya mungil dengan mata yang besar ada lesung di
kedua pipinya “manis” pikirnya. “aku yakin dia adalah gadis yang kemarin
kulihat, bagaimana ini? Aku bisa jatuh cinta kepadanya” ucapnya dalam hati.
“ada yang bisa saya bantu” sapa gadis itu membuyarkan
lamunan Niko.
“oh ya saya penghuni baru rumah di depan itu” seru niko
sambil mengusap bagian belakang rambutnya hal yang selalu dia lakukan ketika
sedang gugup, sedangkan tangan yang lain menunjuk ke arah rumahnya.
Sesudah kembali ke rumah, Niko tidak berhenti untuk
tersenyum, di tambah lagi dengan perhatian gadis yang baru dia kenal ini, “tadi
dia tersenyum juga kepadaku tapi kenapa aku begitu senang? kenapa aku ini?”
pikirnya.
***
Keesokan paginya Waliyha sedang menyiram bunga yang berada
di pekarangan rumahnya dia sangat suka bunga ketika pria yang kemarin bertemu
dengannya membuka pintu rumahnya. Dia sudah berani keluar rumah karna saat ini
cuaca sangat cerah sangat berbanding terbalik dengan kemarin.
Waliyha menengok ke arahnya “ hey selamat pagi” sapa Waliyha
diselingi dengan senyuman.
Dia tersenyum “selamat pagi juga, tidurmu nyenyak semalam?”
sahut pria itu sambil mengusap bagian belakang rambutnya.
Waliyha terlihat berfikir sejenak namun kemudian berkata
“hemm tidak” jawab Waliyha sambil menyiram bunga lagi “ aku benci suara hujan,
tidurku tidak nyenyak karnanya” lanjutnya.
Pria itu mengangkat kedua alisnya “ kau benci hujan?
Bukankah hujan itu indah? Aku malah sangat menyukainya” serunya.
“really? Oh my, we are very different” Waliyha terkejut
sambil menggelengkat kepalanya.
Pria itu tertawa.
“kenapa tertawa? Memangnya ada yang lucu?” serunya sambil
memutar matanya.
“tidak-tidak, hanya saja aneh, kamu berbeda, baru kamu satu
orang yang kutemui yang tidak menyukai hujan” jelasnya
“yaa inilah aku, berbeda dengan yang lainnya” ucap waliyha
sambil mengangkat bahu dan tangannya.
“itulah yang membuat kamu terlihat lebih istimewa” desis
Niko diselingin dengan senyuman mengejek.
Waliyha mengusap belakang kepalanya “ahahaha kamu bisa
saja”. Terlihat sekali pipi waliyha memerah.
“oh ya nanti kau mau
main ke rumahku? Sepi nih tidak ada teman mengobrol sekalian aku mau masak
sesuatu” ajaknya.
“kau bisa memasak? Oke nanti siang yaa, sebagai gantinya
kamu harus ajari aku memasak” jawab Waliyha sambil mengacungkan jari jempolnya.
“yes, of course” ucapnya
***
Niko baru saja bangun dari tidur dan ketika melihat ke depan
rumah ternyata sudah ada Waliyha di perkarangan rumahnya yang sedang menyiram
bunga “cantik” pikirnya. Langsung saja dia keluar dari rumah dan langsung
disambut dengan sapaan “hey selamat pagi” dari Waliyha. Betapa bahagianya Niko
saat itu.
Dia sangat terkejut saat gadis itu mengatakan bahwa dia
sangat benci hujan, bagaimana mungkin ada seorang yang membenci hujan jika
hujan itu ternyata indah, “pasti ada sesuatu yang membuatnya membenci hujan,
kehilangan seseorang yang sangat dicintai saat hujan contohnya” pikirnya keras
Tanpa menyia-nyiakan kesempatan dia langsung mengajak gadis
itu main ke rumahnya, sebetulnya dia hanya ingin dekat dengan gadis itu dan
mengetahui siapakah namanya.
Dia sangat terpesona ketika melihat senyuman yang terlihat
dari wajah Waliyha, saat ini sepertinya dia sudah berada di tahap jatuh cinta
kepada gadis itu.
“Kenapa ini? Aku sangat ingin memilikinya” pikir Niko sambil
menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
***
Waliyha mengetuk pintu rumah pria itu, hanya dua ketukan dan
pintu itupun terbuka.
Pria itu berbeda penampilannya dari saat pertama mereka
bertemu, saat ini dia mengenakan kemeja garis-garis coklat dengan celana jins
dan rambut yang rapi. Dia terlihat tampan.
“hey” sapa pria itu sambil tersenyum lebar “ emm kamu masuk
saja dulu, aku sedang membereskan kamar, sebentar lagi selesai kok” serunya.
“okee” ucap Waliyha singkat sambil berjalan ke arah sofa dan
langsung duduk di sisinya.
Baru pertama kali ini dia menginjakkan kaki di dalam rumah
seorang pria yang baru dia kenal.
Tidak lama kemudian pria itu kembali dan langsung
menghampiri Waliyha dia langsung duduk di samping Waliyha.
Seketika ada sesuatu yang mencuri perhatian Whaliya, tanpa
ia sadari dia sudah memegang benda kecil yang menggantung di leher pria itu
“kalung salib…”
“aku kristiani” sambungnya.
“kau kristiani?” ucap Waliyha untuk memastikan
pendengarannya sambil mengangkat satu alisnya.
“ya aku kristiani” ucap pria itu lagi membenarkan.
“dan aku muslim, lihat jilbab ini, aku sudah pasti muslim,
ternyata kita berbeda agama” tutur Waliyha gugup dan terlihat dari perkataannya
bahwa dia merasa kecewa “ternyata pria ini kristiani, tidak apa-apa bukankah
kita hanya teman, iya hanya teman” pikirnya, dia sudah pasti tidak bisa
menutupi kekecewaannya, dia sangat kecewa karna ternyata mereka berbeda
keyakinan. “tapi salahkah jika aku yang beragama islam dan dia yang beragama
kristen bersama?” pikirnya lagi.
“berdosakah jika aku yang berkalung salib dan dia yang
berjilbab bersama?” pikir Niko namun sedetik kemudian dia berkata “hey bukankah
kita belum berkenalan?” seru pria itu sambil menjulurkan tangannya.
“oh iya aku sampai lupa, namaku Waliyha Agatha panggil saja
Waliyha, kamu?” jawab Waliyha sambil menjabat tangan pria itu.
“aku Niko Sitorus, panggil saja Niko” ucapnya tersenyum.
“Sitorus? Medan? Wow kukira kau Cina” seru Waliyha sambil
melebarkan matanya seakan tidak percaya dengan apa yang dia dengar tadi.
“kamu adalah orang yang kesekian kali yang mengira aku
adalah orang Cina, padahal aku tidak punya darah cina sama sekali” tutur Niko
sambil menggelengkan kepalanya.
“kalau aku betawi, asli Jakarta” ucap Waliyha sambil
tersenyum.
“benarkah? Berarti kau tidak punya kampung dong, duh kasian
haha” seru Niko sambil terkekeh pelan.
“ahh kamu ini ngeledek saja” desis Waliyha, tangannya reflek
menepuk bahu Niko.
***
Seminggu kemudian, pagi, pagi sekali Waliya sudah berada di
depan rumahnya dengan sebuah payung yang melindunginya dari hujan. Perubahan
demi perubahan telah mewarnai hidupnya.
Niko membuka pintu rumahnya dan sepertinya dia baru saja
bangun dari tidurnya.
“hey baru bangun?” Sapa Waliyha sambil melambaikan
tangannya.
“ya, hujan sih jadi enak untuk tidur” jawab Niko sambil
menyenderkan tubuhnya di dinding pintu.
“yah kamu memang suka hujan, sangat berbanding terbalik
denganku” ucap Waliyha sambil memutar matanya.
Niko berjalan ke arah Waliyha yang masih berada di depan rumahnya.
Sekejap saja dia langsung menarik tangan Waliyha sambil berlari kecil dan
membawa Waliyha ke tempat yang dia sendiri tidak tahu”.
“hey payungmu mana? Nanti kamu sakit” seru Waliyha sambil
menghentikan langkahnya.
“payung? Buat apa? Lebih nikmat seperti ini, bermandikan air
hujan, indah” seru Niko, tangannya terangkat ke atas seraya menadangkan air
dari hujan tersebut dan wajahnya menatap ke arah langit.
Waliyha menggelengkan wajahnya “tidak, nanti kamu sakit, ini
pakai payungku saja, payungku besar, mampu untuk berdua” tuturnya sambil
memberikan payungnya kepada Niko.
“Aku tidak perlu payung” ucap Niko berbisik sambil membuang
payung itu “yang aku butuh itu kamu” lanjutnya, matanya menatap mata Waliyha
sangat dalam.
“maksudmu?” Tanya Waliyha, dia menaikkan alisnya.
“kamu pasti tidak percaya ini, tapi aku benar-benar
mencintaimu” ucapnya sambil memegang tangan Waliyha “ sejak pertama kali kita
bertemu” sambungnya sambil mengusap bagian belakang rambutnya dan tersenyum
kecil.
“sungguh? Bagaimana ini.. agama kita berbeda” seru Waliyha,
tangannya menutupi seluruh bagian wajahnya.
“memangnya kenapa? Agama kita yang berbeda, kita tetap sama”
tutur Niko yang saat ini memegang bahu Waliyha.
“tapi kita tidak mungkin bersama, karna perbedaan agama
kita, bagaimana perkataan orang tua dan orang lain nanti?” kali ini Waliyha
yang menatap mata Niko dalam.
“memang apa salahnya jika berbeda? Aku sudah memikirkan
matang-matang, aku tahu ini salah, tapi aku benar-benar ingin memilikimu,
biarlah mereka berkata apa, mereka tidak mengerti kita dan mereka tidak
merasakan apa yang kita rasa” tutur Niko meyakinkanku.
Waliyha mulai meneteskan airmata “ iya Niko, aku juga
mencintaimu, walau agama kita berbeda, walau dunia memisahkan kita” tangan
Waliyha memeluk Niko dan Nikopun membalas pelukannya. Terlihat senyuman tulus
dari bibir mereka. Mereka terlihat sangat senang padahal sebetulnya sebuah
kisah baru saja di mulai
Waliyha tidak sadar jika dia sedang bermandikan air hujan,
dia berubah menjadi mencintai hujan, dia berubah karna cinta.
Rabu, 06 Februari 2013
Sepucuk Surat dan Kamu II
“apakah surat ini untukku?” tanyaku dalam hati sambil
memandang sekeliling tangga yang terlihat kosong ini.
Aku membuka surat itu dengan sangat hati-hati, siapa tahu
surat ini bukan untukku? Who knows?.
Aku meninggalkan pintu menuju ke arah balkon atap dan duduk
di bagian sisinya yang agak melengkung. Aku mulai membaca surat itu.
“untuk hana” bacaku dalam hati
“astaga, ini untukku? Mana mungkin, ini pasti salah” ucapku
sambil mengucek mata seraya membetulkan penglihatanku
“Ternyata surat ini memang benar untukku, astaga baru
pertama kali aku mendapatkan sebuah surat, tapi bagaimana mungkin? Sedangkan
aku tidak sepopuler Rena ataupun Lisa, jadi mana mungkin aku bisa mendapatkan
surat?” pikirku sambil meletakkan surat itu di dadaku “lagipula tidak banyak yang
kenal denganku, teman satu kelaspun hanya beberapa yang mengenalku, jadi surat
ini sepertinya tidak mungkin, apa aku hanya bermimpi?” tanyaku, lebih kepada
diriku sendiri.
Aku mulai membaca surat itu lagi.
“hai hana, kau pasti kaget dengan kehadiran suratku yang
sangat tiba-tiba ini, yaa,, sebetulnya aku sudah sering memperhatikanmu
diam-diam, aku senang melihatmu yang sedang bersandar di balkon atap sambil
memandang sungai yang berada di belakang sekolah kita itu, aku ingin kau
mengetahui siapa aku, tapi aku tidak bisa, karna kita terlalu berbeda”
Aku tersenyum, yeahh ternyata benar surat ini memang
untukku. Aku sangat senang ternyata dengan keterbatasanku ini aku masih
mempunyai seseorang yang rela membagi waktunya hanya untuk memperhatikanku dan
yang lebih membuatku senang ternyata dia adalah seorang siswa di sekolah ini
juga tapi kenapa dia tidak menunjukkan sosoknya saja padaku? Kenapa dia
sepengecut itu? Padahal aku sangat ingin melihat wajahnya.
“aku sangat terpesona dengan keindahan yang terpancar dari
seluruh lekukan tubuhmu, ahh maaf aku sangat berlebihan ya?. Hana sebetulnya
aku ingin sekali berada di sampingmu saat ini, tapi maaf sekali lagi aku tidak
bisa, kamu pasti menganggap aku pengecut, yaa aku memang pengecut karna aku
sangat takut jika kau mengetahui siapa aku sebenarnya, aku takut jika kau tidak
bisa menerimaku, karna aku tahu bahwa kita ini memang jauh berbeda”
“Siapa orang ini? Kata-katanya begitu menggetarkan sampai
aku tidak bisa berkata apa-apa lagi” ucapku dalam hati
“hana, aku sudah cukup lama menyukaimu, akupun tidak
mengetahui hal apa yang bisa membuatku tertarik kepadamu, mungkin dengan
berbedanya dirimu dari wanita lainnya yang membuatku mencintaimu, yaa
sesederhana itu”
“Astaga kenapa jantung ini berdegup sangat kencang?, aku tidak
pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya, benar-benar belum pernah, aku ini
kenapa?” tanyaku sambil memegangi dadaku.
“hana aku sangat berharap kau membalas surat ini, aku sangat
berharap dan aku pasti sangat senang karna itu. Hana kalau kau berkenan
membalas surat ini tolong taruh di loker yang berada di ujung balkon ini, aku
pasti sering melihatnya. Aku sangat menginginkan kau membalas surat ini. Salam
cinta Dari Penguntitmu”
Aku meletakkan surat itu di dadaku lagi, aku masih belum
percaya kalau ini benar-benar nyata.
“lalu apakah aku harus membalasnya?” pikirku
Keinginan Nyata, Nyatanya Maya!!
Matanya selalu menangkap
Masih bisa menatap
Memandang tak bergeming
Goresan kosong abu-abu tak terjamah
Jiwanya masih tetap hidup
Seakan raga itu tidak nyata
Menjelma menjadi penguntit amatir
Sedangkan abaian yang didapat
Tangannya mampu menjamah
Secercah bayangan hampa
Walau sebatas maya
Namun tampak berwarna
Awalnya dia mengira gapai angannya
Namun setelah dia terbang mendekat
Sedetik kemudian dia terhempas
Karna raga itu tidak lagi menginginkannya
Nyatanya raga itu menjauh
Merogoh celah-celah kesalahan
Mencari jiwa kosong lain
Untuk melengkapi ego dirinya
Raga itu mencabik-cabik jantungnya
Seakan berharap maut dihadap
Namun dia membisu
Menangisi ketolollannya
Karna kesadarannya sudah hilang.. sejak lama
Tubuhnya mengharapkan
Jiwanya menginginkan
Sebatas pengecualian
Menghapus jejak lampau
Gantikan dengan yang merekah
Tidak berharap
Walau keinginan nyata
Namun nyatanya maya
Kembali seperti raganya
Langganan:
Postingan (Atom)