Kamis, 11 April 2013

Piano


Wanita itu sedang memainkan Piano dengan seorang pria tampan disampingnya, mereka terlihat sangat akrab, terlihat senyum tawa yang terlintas di bibir mereka, mereka terlihat sebagai sepasang kekasih yang sangat bahagia. “iya, aku mencintai kamu Rio” seru wanita itu.
“Treng tereng tereng” jam wekerku berbunyi.
Ohh ternyata tadi itu hanya mimpi, mimpi yang sangat indah, aku ingin sekali menjadi wanita itu, dan pria yang berada di sampingnya sangat tampan sekali, siapapun pasti menginginkan untuk menjadi kekasihnya.
Matahari sudah menampakkan cahaya jingganya ketika aku baru bangun dari tidurku, Aku langsung mandi dan membereskan semua perlengkapan sekolahku, hari ini aku ada jam extrakulikuler sepulang sekolah, jadi aku harus membawa bekal untukku makan sepulang sekolah nanti. Karna aku tidak mungkin pulang ke rumah lalu balik lagi ke tempat extrakulikulerku.
Oh ya aku sampai lupa. Namaku Anggita Fairuz Kamil, aku ingat orang tuaku pernah berkata bahwa mereka memberikan namaku itu bahwa agar aku menjadi anak yang cantik seperi batu permata yang indah. Teman-temanku biasa memanggilku Gita. Aku tidak populer di sekolahku, aku hanya seorang siswi biasa yang pintar memainkan piano, aku tidak bermaksud sombong aku hanya ingin membagi kebahagiaanku karna aku sudah memenangi beberapa perlombaan yang sering aku ikuti, wajarlah kalau aku bahagia.
*****
Sepulang sekolah aku langsung beranjak ketempatku les Piano, sesampainya disana belum ada satu orangpun yang datang. Sambil menunggu beberapa teman datang, aku duduk di bangku depan kelas musikku, tiba-tiba terdengar alunan musik yang kutahu adalah berasal dari piano di ruang praktek. Alunan musik ini sungguh indah, aku sangat terpesona dengan alunan musik ini dan jantungku entah kenapa seperti tersengat aliran listrik 700 knolt. Astaga apakah aku jatuh cinta pada alunan musik ini?. Musik ini sangat merdu, semua orang yang mendengarnyapun pasti sangat terpesona. Kurasa aku memang jatuh cinta dengan musik ini.
Aku sangat penasaran dengan seseorang yang sedang memainkan piano itu, apakah dia pianis terkenal seperti: Maksim Mrvica, Mike Nock atau  Vanesa Mey?.
Aku tidak menyadari pergerakan di kakiku, aku baru sadar saat aku sudah sampai di depan ruang praktek dengan berada di ambang pintu yang sudah kubuka dan memandang kepada sosok mengagumkan yang sedari tadi memainkan piano yang sudah membuatku seperti terhipnotis olehnya.
Aku terperanjat, mataku dan matanya bertemu, astaga dia menatapku.
“kau siapa?” sapa orang itu padaku sedangkan bibirku terkunci rapat
Aku masih terdiam membeku memandangi sosok yang wajahnya terasa tidak asing bagiku, matanya, bibirnya, dagunya, hidungnya terasa sangat ku kenal, tapi entahlah aku masih tidak ingat bertemu dimana dengannya. Wajahnya sangat tampan, terlihat darah india di wajah dan kelopak matanya, mataku tidak berkedip sekalipun, dan terus memandangnya, aku masih mengingat-ingat siapa dia sebenarnya.
“astaga, kenapa aku jadi seperti ini? Memandangi seorang pria yang sama sekali tidak kukenal dengan ekspresi wajah yang ahh memalukan, harus ditaruh dimana wajahku ini?” gerutuku dalam hati
“hey, punya mulut tidak, kau ini siapa?” tanya pria itu sekali lagi.
Aku masih memandangi wajahnya tanpa menghiraukan pertanyaannya, aku sangat yakin jikalau aku pernah bertemu dengan pria ini, tapi dimana?
“gagu ya?” tanyanya lagi
Aku terperanjat, berani-beraninya dia mengataiku gagu, memangnya dia siapa? Aku tidak bisa diam saja “heh bisa di jaga nggak sih omongannya, gak sopan” jawabku sambil memalingkan wajahku darinya.
“ohh ternyata bisa bicara juga, kukira gagu” lanjutnya
Hhh dasar pria sombong, mentang-mentang permainan pianonya bagus jadi besar kepala dia. Ahh sudahlah, tidak penting berurusan dengan pria sombong seperti itu, mending aku balik saja ke kelas musikku, sepertinya sudah banyak yang datang.
Aku berbalik menghadap pintu dan siap-siap berjalan keluar dari ruang kelas praktek ini.
“hey mau kemana kamu? Urusan kita belum selesai” serunya
“hah? Urusan apa ya? Seingatku kita tidak punya urusan apapun” jawabku tanpa berbalik memandangnya
“kau belum menjawab pertanyaanku yang tadi” sambungnya
“emm pertanyaan apa yah? Aku tidak ingat tuh” jawabku
“kau siapa?” singkatnya
“ohh yang itu, emm penting banget memangnya?”
“ya penting sekali, karna aku tidak ingin kau membocorkan rahasia permainan pianoku ini kepada siapapun” jawabnya
Aku terdiam beberapa detik.
“hah itu rahasia? Memangnya untuk apa dirahasiakan? permainan pianomu itu bagus sekali loh” ups keceplosan, duh gimana ini? Kalau dia berfikiran yang macam-macam bagaimana? Aku harus beralasan apa? “emm maksdudku permainan pianomu itu lumayan bagus buat pemula sepertimu” sambungku
“sudahlah, jujur saja kalau permainan pianoku ini bagus, memang aku sudah menyadari itu” lanjutnya
“ya ya ya, memang untuk apa kau merahasiakannya?” tanyaku sambil membalikkan tubuhku dan memandangnya
“emm penting banget memangnya?” serunya
“hhh kau meng-copy kata-kataku, tidak kreativ nih, lalu untuk apa kau merahasiakannya?” lanjutku
Aku penasaran, untuk apa dia merahasiakan hal itu kepada siapapun, bukannya seharusnya itu hal yang patut dibanggakan?
“haha, ya pokoknya itu rahasia, kau tidak boleh membocorkannya kepada siapapun” jawabnya
“lalu kalau aku rahasiakan itu, kau akan memberikanku apa?” tawarku
“hah? Pamrih sekali kau ini” kagetnya
“haha habisnya sayang sekali kalau kemahiran bermain pianomu itu harus dirahasiakan”
“oke aku akan mengajarkanmu bermain piano jika kau mau berjanji bahwa kau tidak akan membocorkan rahasiaku ini”
“mengajariku? Sok pintar sekali kau, umur kita paling tidak hanya beda satu atau dua tahun lalu kau dengan sombongnya ingin mengajariku? Memangnya kau tidak tahu? aku ini sering memenangi lomba bermain piano” tuturku
Tapi memang kuakui sih dia jauh lebih hebat dariku, tapi apa iya aku harus menerima tawarannya?
“hem yasudah kalau kau tidak mau kau tidak boleh keluar dari tempat ini” jawabnya sambil berjalan ke arah pintu dan menutupnya
“oh jadi kau mengancam?” Aku tidak takut jawabku, “sialan dia berani  sekali mengancamku” bentakku dalam hati
“wah wah wah berani sekali wanita ini, lalu kalau aku menjadi pacarmu bagaimana?”
“lalu kalau kau menjadi pacarku bagaiman?” ucapnya
Deg, jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya, ada apa ini? Tidak biasanya aku seperti ini, astaga wajahku pasti memerah saat ini dan kenapa suaraku tidak bisa keluar?.
Aku membalikkan tubuhku membelakanginya dan Aku mulai menarik napas panjang lalu membuangnya, aku lakukan itu berulang kali sampai aku merasa tenang dan bisa mengeluarkan suara lagi.
Aku membalikkan tubuhku “a--apa? Me--menjadi pacarmu? Membayangkannya saja aku tidak pernah” jawabku terbata-bata sambil membenarkan rambutku yang terurai.
Dia kembali ke tempat duduknya yang berada di depan piano “lalu maumu apa?” tanyanya sambil duduk kembali
Aku berfikir sejenak sambil mendekatinya “emm bagaimana kalau kau mengajariku memainkan piano” aku terdiam sejenak “sampai aku terkenal” jawabku sambil duduk disebelahnya.
Jantungku masih berdegup kencang tapi tak sekencang degupanku tadi , tapi aku yakin dia tidak akan mendengar degupan jantungku ini walau kita duduk bersebelahan.
“sampai kau terkenal? Memangnya kau Pikir aku tidak ada pekerjaan lain?” lanjutnya
“yasudah kalau kau tidak mau, aku juga tidak memaksa dan soal rahasiamu emm sepertinya aku tidak yakin kalau rahasiamu akan aman” jawabku sambil bangkit dari tempat duduk.
“eh tunggu” panggilnya
Aku tersenyum kecut sambil berteriak dalam hati ‘yes kau kalah haha memangnya bisa dengan mudahnya mempermainkan seorang Gita? Aku berani bertaruh bahwa kau akan menerima tawaranku itu’ sedetik kemudian aku menoleh kearahnya “ya, apa?” tanyaku
“oke-oke aku kalah” jawabnya sambil mengangkat tangan,
Aku tersenyum penuh kemenangan “lalu?” tanyaku lagi
“aku akan mengajarimu bermain piano” jawabnya dengan nada tinggi
“sampai aku terkenal?” sambungku
“ya, sampai kau terkenal, puas?” tanyanya
“sangat puas haha” aku tertawa sambil berjalan ke arahnya lagi “jadi.. kita deal?” tanyaku sambil menjulurkan tangan
“deal” serunya sambil menjabat tanganku.
Seperti ada aliran listrik 700 knolt yang menjalar dari tangannya ke tanganku.
Kita terdiam sejenak dan mulai saling melepaskan genggaman tangan “oke aku kembali ke kelas musikku dulu, sepertinya sudah dimulai dan aku pasti terlambat” aku berjalan mendekati pintu keluar “dan kalau sampai terlambat, itu semua gara-gara kau” aku menoleh sedikit ke arahnya dan mulai berjalan kembali.
“tunggu” sergahnya “Bukankah kita belum berkenalan? Namaku Rio, kalau kamu?” tanyanya.
Aku berhenti “aku Gita” jawabku tanpa membalikkan tubuhku dan aku mulai berjalan lagi.
“oke Gita senang bisa berkenalan denganmu” teriaknya.
Teriakkannya masih terdengar di telingaku walaupun aku sudah berjalan dengan cepat sekali tadi dan entah kenapa jantungku berdegup kencang seperti saat itu. Aku menarik napas lalu membuangnya untuk menghilangkan degupan jantungku yang semakin keras ini.
Aku mulai memikirkan hal lain. “Rio, rio? Sepertinya aku tidak asing dengan nama itu, tapi memangnya yang bernama Rio hanya dia? Tapi sepertinya aku memang pernah bertemu dengannya, hanya saja aku belum ingat itu” pikirku dalam hati sambil memasukki ruangan kelas yang seperti dugaanku, pelajarannya sudah dimulai .

******
Aku menghempaskan tubuhku ke tempat tidurku, “astaga hari ini melelahkan sekali, ditambah dengan bertemu pria itu, aku masih tidak habis pikir masih ada orang yang se-pede itu, memangnya dia pikir aku akan segampang itu menerimanya? Hah sombong sekali dia”.
“astaga kenapa aku masih memikirkan orang itu?” pikirku dalam hati “lupakan-lupakan kejadian itu, mungkin dia hanya bercanda, lagipula semuanya sudah selesai kan? Tapi.. tapi kenapa jantungku berdebar kencang saat dia mengucapkan kalimat itu?”.
Aku bangkit dari tempat tidur dan mulai mondar-mandir di kamarku “tidak-tidak ini bukan apa-apa, mana mungkin aku bisa menyukai pria sombong itu hanya dalam hitungan menit saja” ocehku.
“tenang Gita tenang, kamu tidak mungkin menyukainya” ucapku kepada diriku sendiri sambil menarik napas panjang “oke lupakan kejadian tadi, lupakan”.

****
Dua bulan kemudian.
Aku sudah berjanji dengan Rio bahwa kita akan bertemu di ruang praktik music hari ini, seperti biasa setiap hari sabtu aku selalu belajar memainkan piano di ruang praktik music dengan Rio. Aku sudah sangat dekat dengannya bagaikan kakak dan adik. Saat pertama kita bertemu aku mengira dia adalah sosok pria yang tidak menyenangkan dan ternyata aku salah dia adalah sosok pria yang sangat menyenangkan, juga sosok kakak yang baik.
Aku merasa akupun sudah mulai jatuh cinta dengannya, tapi perasaanku ini tidak mungkin terbalaskan olehnya, karna menurutku dia hanya mengganggapku sebagai seorang adik bukan sebagai seorang wanita.
Besok adalah hari pementasanku, aku akan mengikuti lomba piano seJABODETABEK, maka dari itu hari ini aku harus belajar dengan giat dengannya.
Aku mulai memasuki ruang praktik music tapi belum ada Rio disana “mungkin dia telat” pikirku.
Belum sempat aku duduk di kursi depan piano dia sudah datang dengan langkah tergesa-gesa dan napas yang ngos-ngosan “maaf aku telat” serunya sambil bersandar di depan pintu.
“tidak apa-apa kok, aku juga baru datang, kau kenapa ngos-ngosan? Seperti dikejar anjing saja” kataku.
Dia berjalan ke arahku “aku takut kamu marah kalau aku telat nanti, besok kan hari pementasanmu”.
“ohh karna itu, tidak lah, aku tidak akan marah, lagipula selama ini yang paling sering telat kan aku” seruku.
“iyasih, yaudah yukk kita mulai”.
****
Keesokan harinya.
Pagi-pagi sekali aku sudah berada di tempat pementasanku, aku sangat excited dengan hari ini, ini adalah pementasan pertamaku setelah belajar sekian lama dengan Rio, aku sadar aku sudah banyak berubah setelah belajar dengannya, permainan Pianoku juga semakin bagus, aku yakin aku bisa memenangi perlombaan ini.
“hey sudah siap?” sapa Rio membuyarkan lamunanku.
“hem yeah, tapi masih agak deg-degan” jawabku.
“tidak usah takut, aku akan selalu ada disini mendukungmu” lanjutnya sambil mengacak-acak rambutku.
“aduh rambutku” teriakku “kau tahu? Aku sudah berdandan untuk acara ini dari satu jam yang lalu, dan sekarang kau malah merusaknya” rengekku.
“maaf deh maaf, sini-sini aku benerin” serunya sambil menata lagi rambutku.
“Rio bagaimana ini, aku masih takut” seruku.
“pede saja, aku yakin kamu pasti bisa, kau kan kemarin sudah belajar dengan baik, dan kurasa permainan pianomu itu sudah sangat bagus, semangat Gita” tuturnya sambil menggenggam tanganku.
“aaa terima kasih yaa Rio, aku bukan apa-apa tampa kamu” seruku sambil memeluk Rio.
Acarapun sudah dimulai, aku menunggu di bangku penonton sampai  namaku dipanggil nanti. Aku memperhatikan para peserta lomba, mereka sangat terlihat bagus lalu apakah aku bisa melebihi mereka? Aku masih belum yakin dengan kemampuanku ini dibandingkan dengan mereka yang sudah tampil.
Akhirnya namakupun terpanggil, aku langsung naik ke atas panggung. Aku melirik ke arah Rio yang sedang meneriakki namaku dari bangku penonton, akupun tersenyum padanya dan mulai memainkan Piano.
“kau adalah sumber inspirasiku Rio” bisikku dalam hati.

***
Semua peserta sudah mengapresiasikan permainan Pianonya. Sekarang adalah waktunya untuk mengumumkan pemenang dari Lomba tersebut.
Aku sangat deg-degan saat itu, tidak lupa aku berdoa kepada tuhan agar aku dijadikan pemenang dalam perlombaan kali ini.
Tiba-tiba Rio mengenggam tanganku, aku menoleh kearahnya “jangan takut, kamu pasti menang” serunya sambil menyunggingkan senyum khasnya.
Akupun ikut tersenyum “makasih Rio”.
Tiba-tiba saja namaku dipanggil dan semua orang bertepuk tangan sambil  melihat ke arahku. “Ada apa? Kenapa namaku dipanggil?” Tanyaku pada Rio.
“kau menang Gita, kau menang juara 1” teriak Rio.
“serius? Ya tuhan terima kasih” akupun langsung naik ke panggung untuk menerima piala dan hadiah dari dewan juri.
“apakah ada kesan atau pesan yang ingin kau sampaikan kepada penonton di studio ini nona Gita” seru pembawa acara.
“ohh yaa, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Tuhan YMH yang sudah memberikanku kesempatan untuk memenangkan perlombaan ini, terima kasih juga kepada orang tua dan teman-temanku yang sudah mensupportku dan terima kasih banyak kepada Rio yang sudah mengajarkanku dan menjadi sumber inspirasiku selama ini, aku cinta kalian semua. Thank you” tuturku sambil menuruni panggung.
Aku berjalan mendekati Rio yang berada di bangku penonton “aaa Rio aku seneng banget” seruku sambil memeluknya dan diapun membalas pelukanku untuk pertama kalinya.
“aku ikut senang, sebagai hadiah dari kemenanganmu bagaimana kalau nanti malam kita dinner? Aku yang bayar” desis Rio.
“serius? Oke” jawabku mantap.
****
Tepat jam 7 lewat 15 menit Rio sudah sampai di depan rumahku untuk menjemputku. Akupun keluar rumah untuk menemuinya “tumben ngejemput?” tanyaku.
“tidak boleh? Yasudah aku pulang lagi”.
“ett” cegatku “begitu saja marah, yasudah aku izin ke orang tuaku dulu yaa” lanjutku.
“okee” jawabnya
2 menit kemudian aku sudah keluar rumah dan berjalan ke arah Rio “yukk berangkat, memangnya kita akan dinner dimana?” tanyaku
“ada deh” jawabnya singkat.
Satu jam kemudian kita sampai di tempat tujuan. Ternyata Rio mengajakku ke kafe yang ada banyak sekali alat musiknya, aku sangat senang.
Rio mengajakku untuk memainkan Piano di kafe ini, akupun menurut saja lagipula kapan lagi aku bisa seperti ini. Riopun duduk disebelahku menemaniku bermain Piano.
“aku mencintaimu” bisik Rio di telingaku.
Jantungku langsung berdegup kencang, aku sangat terkejut, jari-jariku yang sedang memetik pianopun langsung berhenti seketika. Aku menoleh ke arahnya.
Dia tersenyum memandangku, “ aku mencintaimu” bisik dia untuk kedua kalinya.
Aku tersenyum sambil memeluknya “ iya aku juga mencintai kamu Rio”
Tiba-tiba aku mengingat suatu hal, ternyata kejadian ini adalah mimpiku dihari pertama saat aku bertemu dengan Rio, iya aku ingat, ternyata wanita itu adalah aku dan pria tampan itu adalah Rio. Oh tuhan.


                                                                                THE END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah membaca tulisan saya, :D
saya sangat menerima kritik dan saran dari anda. Terima kasih :)